Jumat, 19 Desember 2008

Qodho & qodar

"PPI" kembali mengadakan diskusi kedua, kali ini dalam bidang aqidah. Usaha seorang hamba tidak memberi efek terhadap ketentuan Tuhan, tapi karena kita tidak mengetahui apa yng ada dalam ilmu Tuhan, makanya kita diharuskan usaha. Tuhan juga Maha Adil & tidak ditanya tentang perbuatanNya, Ia menghendaki si A masuk neraka dan si B masuk surga, itulah iradahNya, sekian...

Jumat, 12 Desember 2008

Hikayat Sayyid Ar-Rifa'i

Hikayat Sayyid Ar-Rifai & Kritik Al-Gimari

Sebelum el-Faqier berangkat ke Yaman, el-faqier adalah seorang pelajar di Ponpes. Darussalam Pasayangan Martapura Kalsel. El-faqier sering mendengar kisah para aulia (wali-wali) dari Hadramaut, dll. seperti kisah Abdurrahman al-Jufri Maulal Arsy, beliau adalah wali masyhur zaman dulu. Seorang saudagar di semenanjung Arab menderita penyakit. Ia mengutus pembantunya datang kepada Sayyid Abdurrahman Maulal Arsyah untuk meminta obat.. Ketika matahari terbit, pembantu tsb. datang dan menjumpainya sedang mencangkul di Sawah. Beliau memerintahkannya untuk menunggu. Menteri tsb. heran, karena beliau tidak kembali dari pagi sampai sore. Saat matahari akan terbenam, ia kembali ke rumah. Menteri tsb langsung bertanya tentang kesibukannya tsb. sampai.meninggalkan shalat. Sayyid Abdurrahman menjawab :''Buka pintu-pintu kamar tsb''. ketika ia membuka pintu tsb. semua yang ia lihat adalah Sayyid Abdurrahman. Ia pun sadar martabat kewalian sayyid Abdurrahman. Kemudian ia meminta kepada Sayyid Abdurrahman obat untuk penyakit tsb. Sebelum pulang, ia menghadiahkan emas-emas kepada sayyid Abdurrahman, tetapi beliau menolaknya dan ia menyuruhnya untuk menengok ke arah gunung, seketika gunung tsb. berubah menjadi emas, kemudian kembali seperti gunung biasa.
Hikayat yang lain adalah ziarah Sayyid ar-Rifa'i ke Madinah dan ketika di depan kubur Rasulullah saw. ia mencium tangan Rasul saw. yang suci yang keluar dari kuburnya.
Kisah ini begitu masyhur di kalangan sufisme, tetapi al-Allamah al-Gimari mempunyai pandangan yang lain. Ia berpendapat bahwa cerita itu hanya karangan fiktif belaka, hal itu di motifasi oleh para pengikut sayyid ar-Rifa'i yang menonjolkan murabbi mereka dan menempatkannya di antara para quthub. Ar-Rifa'i tidak masyhur dengan nasab sampai ke Nabi Muhammad saw. oleh karena itu, mereka mengada-ngada cerita yang menunjukkan bahwa sayyid ar-Rifa'i memang salah satu cucu rasulullah saw. yang mempunyai martabat khusus di sisi rasulullah saw. Hal-hal lain yang menguatkan pandangannya adalah:
Ketetapan para fundamentalis bahwa berita yang seharusnya tersebar di kalangan umum secara mutawatir, tetapi hanya dikutip oleh beberapa kalangan tertentu adalah dalil ketidak absahan berita tsb. seperti seorang khatib yang jatuh dari minbar.
Para periwayat kisah tsb. tidak berkecocokan dalam laporan kisah tsb. bahkan hal tsb. menunjukkan kebatilannya.
Cerita tsb. di dasari bahwa beliau adalah seorang sayyid, sementara beliau bukanlah dzurriat dari rasulullah saw.
Berlebihan dalam susunan kisah dan penyampaian, sehingga menunjukkan kesombongan beliau, dan itu bukanlah kebiasaan beliau yang merendah terhadap orang lain.
Syair-syair yang tersusun dan tidak mungkin di ucapkan oleh baginda rasul saw.
Terbenak dalam pikiran saya, apakah kaidah pertama yang ia sampaikan adalah kaidah fiqih atau riwayat secara umum yang di terima oleh ulama ?. Dan apakah kejadian tsb. sudah memenuhi syarat untuk diriwayatkan oleh masyarakat secara umum ?. El-faqier teringat sebuah hadits pertama riwayat imam al-Bukhari, hadits pertama yang di tulis oleh al-Buhkari itu adalah hadits "Innamal a'mälu binniyät", hadits di anggap oleh muhadditsin adalah hadits Gharib Masyhur, dan hal tsb. tidak menunjukkan bahwa hadits tsb lemah. Mereka berpendapat bahwa riwayat sayyidina Umar bin Khatthab dan periwayat darinya adalah riwayat tunggal, tidak diriwayatkan oleh periwayat lain. Tetapi, setelah sampai kepada Yahya bin Sa'id, sanad hadits ini menjadi mutawatir, karena ia (Yahya) meriwayatkannya kepada 150 periwayat. Dan hadits tsb tidak kalah penting dari sebuah karamah atau mukzijat, bahkan hadits tsb masuk ke dalam 70 bab fiqih. Sayyidina Umar berkata :"Saya mendengar rasulullah saw. berkata di atas minbar" dan hanya sayyidina Umar yang meriwayatkan hadits tsb.
Hadits tsb. menunjukkan bahwa sebuah kisah yang diriwayatkan satu orang, padahal selayaknya diriwayatkan secara umum, tidak mengurangi keabsahan kisah tsb. bahkan hikayat sayyid ar-Rifa'i hanyalah sebuah kisah yang tidak perlu di tulis dalam sebuah buku. Bukankah mukzijat rasullah saw. jauh lebih ajaib dari hikayat sayyid ar-Rifa'i, apalagi dalam pemikiran wahabisme. Dan jika masyarakat lebih mengerti, maka mereka akan merealisasikan sesuatu yang lebih penting daripada membicarakan sebuah karamah.
Jika sayyid al-Gimari mengatakan :"Sebuah kisah yang dahsyat, tetapi tidak termaktub dalam buku-buku ini…", tetapi al-Gimari sendiri telah menjelaskan bahwa kejadian tsb. termaktub dalam beberapa buku, dan el-Faqier rasa itu sudah cukup sebagai referensi kisah tsb.
Al-Imam as-Shan'ani berkata :"Tidaklah semua perselisihan riwayat, mengurangi keabsahan sebuah hadits". Dan perselisihan riwayat dalam hikayat sayyid ar-Rifa'i dalam pandangan el-Faqier, sama sekali tidak menyanggah kebenaran kisah tsb. apalagi tentang lafal yang di ucapkan oleh Nabi saw. dan sayyid ar-Rifa'i. Karena, tidak harus bagi seorang periwayat untuk melaporkan kejadian seutuhnya. Di sisi lain perselisihan dalam hikayat tsb. saling menguatkan kisah tsb.
Apakah sayyid ar-Rifa'i keturunan dari Hasan dan Husain ? el-Faqier sendiri tidak berani mengomentarinya, karena menurut el-Faqier tidak ada hubungan dengan kisah tsb. sesungguhnya yang paling mulia adalah orang yang paling bertaqwa.
Al-Gimari menganggap bahwa ucapan-ucapan atau riwayat lafal dalam kisah tsb. tidak mungkin keluar dari mulut seorang sayyid ar-Rifa'i, seperti ucapan :"Ya jaddi", beliau bukanlah sayyid, dan seandainya beliau bernasab al-Husaini, ia tidak pernah membanggakan dirinya sendiri, apalagi di depan umum… tapi, el-Faqier malah mengangap bahwa lafal-lafal tsb. adalah dasar kerendahan, kerinduan dan adabnya. Dan el-Faqier tidak pernah mengira bahwa seseorang yang hadir ketika kejadian tsb. akan menyangka bahwa sayyid ar-Rifa'i menyombongkan dirinya dengan ucapan-ucapan tsb. Al-Gimari sendiri tidak yakin dengan argumennya (bahwa sayyid ar-Rifa'i bukan al-Husaini), karena.itu ia berkata:"Ketika kejadian tsb. hadir bersama sayyid ar-Rifa'i sayyid al-Jaili dan tidak mungkin bagi sayyid ar-Rifa'i maju ke depan, membelakangi sayyid al-Jaili, karena al-Jaili adalah al-Hasani dan ar-Rifa'i al-Husaini…(an-Naqdul mubarram, hal.17)", yang el-Faqier faham, al-Gimari kembali menetapkan bahwa sayyid ar-Rifa'i adalah seorang sayyid al-Husaini.
Kerinduan sayyid ar-Rifa'i melupakan dirinya sendiri dan hal tsb. adalah situasi & kondisi khusus terhadap beliau, sampai beliau lupa sesuatu yang pantas dan baik menurut al-Gimari.
Dan bukanlah suatu keajaiban jika keluar dari ucapan rasulullah saw. syair-syair yang indah dan sesuai dengan kaidah. Adapun ayat "wamä allamnähusyi'ra" (Yasin 69) tidaklah menunjukkan bahwa Nabi saw. tidak pernah mengucapkan atau mengarang syair-syair, karena lafal "fi'lul-madhi" tidak menunjukkan terus-menerus. Dan riwayat-riwayat seperti "Anan nabiyu laa kadzib, wa anabnu abdilmutthalib" adalah bukti tsb. Kesesuaian ucapan Nabi saw. dengan susunan syair-syair adalah riwayat-riwayat minoritas dan tidak menyatakan bahwa Nabi adalah seorang penyair (tafsir al-Qurthubi).
Seandainya el-Faqier menerima bahwa Nabi saw. tidak akan mengucapkan syair yang tersusun menurut kaidah, hal tsb. mungkin saja, karena riwayat syair-syair yang di sampaikan oleh al-Gimari untuk Nabi saw. memang tidak sesuai kaidah ("Wajtama'al furű'u wal-usűlu, seharusnya "Far'u"). Dan kekeliruan i'rab pada syair-syair tsb. adalah darurat syair yang sama sekali tidak berpengaruh, apalagi al-Gimari sendiri mengatakan bahwa i'rab tsb. adalah i'rab syadz. Dan menurut el-Faqier selama tidak menyalahi kesepakatan ulama Nahwu, tidak akan berpengaruh.
Catatan-catatan ini hanya sekadar pengasah otak untuk lebih kritis terhadap pendapat atau opini yang masih dalam kolom ijtihadi. El-Faqier sendiri tidak memilki argument yang kuat tentang kisah tsb. Tapi kisah tsb menurut el-Faqier sudah tersebar luas secara umum. Wallahu a'lam.

kembar siam

Kembar siam
Pada zaman sayyidina Umar bn Khatthab lahir seorang bayi perempuan yang mempunyai dua kaki, dua kemaluan, dua badan, empat tangan dan dua kepala yang utuh, pada waktu itu, salah satu dari badan tersebut, meminta untuk dikawinkan, sementara badan yang kedua tidak meminta, perkara tersebut di angkat kepada amirul mu'minin Umar bin Khatthab, sang khalifah pun mengumpulkan para dewannya untuk merapatkan masalah tsb. Tapi, pada akhirnya meraka tidak sanggup memutuskannya. Sayyidina Umar pun bertanya kepada sayyidina Ali ra. Tentang perkara tsb. Sayyidina berkata:"Tinggalkan makhluk aneh tsb selama tiga hari". Setelah tiga hari berlalu, badan yang bernafsu untuk kawin tsb telah mati. Dan sayyidina Umar memutuskan untuk memotong badan yang telah mati tsb. Badan yang masih hidup menolak dan berkata :"Apakah kalian ingin membunuh aku". Sayyidina Umar pun kebingungan, perkara tsb. Ia serakan kembali kepada Sayyidina Ali ra. Dan ia (Ali) menjawab :"Tinggalkan badan tsb. Selama tiga hari". Setelah tiga hari berlalu, badan tsb akhirnya mati dan selesailah masalah tsb.
pada awal-awal kurun delapan belas di Bangkok Thailand, lahir kembar siam dengan jenis kelamin laki-laki, keduanya mempunyai anggota tubuh yang utuh. Keduanya pun hidup sampai usia enam puluh dua tahun dan kawin dengan dua perempuan bersaudara kandung. Mereka pun melahirkan anak-anak dan cucu yang normal sampai sekarang. Jumlah anak keduanya 23 anak, 14 laki dan 9 perempuan. Lafal "siam" adalah bahasa Thailand, dari sejarah mereka berdua, lafal "siam" menjadi istilah seluruh dunia.
Para fuqoha sepakat bahwa hukum mengaborsi janin yang telah sampai seratus duapuluh hari adalah hukum membunuh manusia yang sudah dilahirkan, sekalipun ahli kedokteran mengatakan bahwa ia mempunyai penyakit atau tidak normal seperti tidak mempunyai otak atau kembar siam, kecuali jika penyakit tsb. membahayakan ibu kandungnya. Begitu pula jika aborsi tsb bukan satu-satunya solusi untuk menghilangkan penyakit tsb. seperti obat-abatan yang dapat mendapatkan menghilangkan penyakit tsb. Mereka (Fuqoha) juga mengatakan :"Jika penyakit tsb telah positif dalam kandungan seorang ibu, para dokter boleh menganjurkannya untuk mengaborsi sebelum janin tsb. melewati 120 hari". (Muhammad Ali Al-Bar, Majalah Fiqih Islami, at-Tabi' lirabithah al-alamil Islami).
Para fuqoha Syafi'iyah juga mengatakan bahwa hukum terhadap manusia yang melekat dengan orang lain seperti kembar siam, adalah hukum orang yang berbeda, masing-masing mendapatkan hukum tersendiri dalam seluruh masalah fiqih. Karena pada hakikatnya, mereka mempunyai dua ruh yang berbeda sejak dalam kandungan. Tapi, keterlambatan proses pertumbuhan dalam kandungan, membuat mereka tidak normal.
Dalam bab Shalat Jum'at, Syafi'iyah mengharuskan empat puluh orang yang masuk dalam kategori Wajib Jum'at dan kembar siam sah menempati dua orang. Dalam warisan pun mereka menempati dua orang bersaudara. Mereka juga diperbelohkan kawin. Dalam bab Wudhu', jika dua orang yang melekat bukan muhrim (seperti akibat terbakar), maka hukum anggota tubuh yang melekat, masuk dalam bab masyaqqoh (udzur) dan tidak membatalkan wudhu', adapun anggota-anggota yang lain termasuk dalam hukum muhrim dan dapat membatalkan wudhu'. Tetapi dalam bab Jenazah, jika salah satu tubuh kembar siam mengadap kiblat dan yang lain tidak, maka dibolehkan memisah mereka berdua ketika di kuburkan.
Hukum-hukum tsb dapat di rujuk kembali dalam kitab-kitab yang mengomentari (mensyarahkan) Minhajuttholibin, jika terdapat kesalahan, harap menayakan kepada El-faqir sendiri (zakimtp@gmail.com), wassalam.

Politik Islam

Institusionalisasi politik Islam

Ketika el-faqier ingin mengembalikan sebuah buku kepada petugas perpustakaan fakultas Syariah & hukum univ. Ahgaff, saya tidak langsung menyerahkan buku tsb kepadanya, setelah beberapa jam dalam perpus. (sambil baca buku-buku yang lain) buku tsb saya kembalikan, petugas itu marah, karena tidak mengembalikan buku tsb ketika awal masuk, ia berkata :"Kamu telah melanggar peraturan perpus", el-faqier pun dihukum tidak boleh meminjam buku di sana, selama satu minggu. El-faqier memang anak bandel, tidak senang dengan yang namanya peraturan atau undang-undang, apalagi mereka yang menamakan undang-undang Islam. Kadang-kadang sebuah majelis legislatif (pembuat undang-undang) menyatakan bahwa hukum dalam undang-undang mereka bersumber dari Syariah Islam, adat, penelitian dll, dan semua itu sah-sah saja, tapi yang saya herankan adalah mereka tidak terlepas dari kekhilafan, seperti membolehkan riba (bunga) deposito, mereka berpendapat bahwa akad tsb adalah transaksi baru (dalam bahasa Arab Aqd at-tamwil) dan transaksi tsb tidak bisa disamakan dengan akad tradisional. Seperti undang-undang Yaman dan Indonesia. Terus bagaimana dengan solusinya ?
Apakah perlu sebuah lembaga yang mengkaji politik Islam, kemudian mendirikan sebuah Negara Islam (atau yang sering disebut-sebut khilafah) atau sebaliknya menghilangkan pemikiran politik Islam, karena Islam hanya bersangkutan dengan ukhrawi (seperti pahala, dosa, kenikmatan dan siksa pada hari kelak nanti), dan Nabi Muhammad saw. hanya diutus untuk risalah agama bukan untuk menciptakan politik Islam. Islam tidak mengharuskan, melarang atau memerintah untuk membangun politik Islam tsb, dan semua itu hanya fenomena histori.
Sebelum el-faqier mencoba menjawab, perlu diperhatikan beberapa point. Pertama; saya tidak mengomentari tathbiq (praktek) Syariah tsb, karena saya setuju bahwa tathbiq Syariah Islam adalah unsur terpenting, apa pun nama dan bentuk dari undang-undang tsb. Kedua; pengertian politik Islam. Ketiga; el-faqier setuju bahwa don't judge him by your standars, tetapi el-faqier hanya berijtihad dan menyimpulkan faham dari beberapa sumber.

Politik dan Syariah
Imam Syafi'i pernah berkata :"Tidak ada politik kecuali yang sesuai dgn Syariah". Ibn Aqil menjawab :"Politik adalah peraturan yang sesuai dengan kemaslahatan masyarakat, dan jauh dari sebab kerusakan mereka, sekalipun tidak diletakkan oleh rasul dan tidak di turunkan dari langit (wahyu). Jika kamu maksud bahwa politik adalah peraturan yang tidak melanggar Syariah, maka itu benar. Tetapi, jika maksud kamu bahwa tidak ada politik kecuali yang telah dibuat oleh Syariah, maka itu salah, karena hal tsb sama dengan memvonis maksiat terhadap para sahabat Nabi saw.".
Mungkin pembaca merasa bingung kenapa sampai menyalahkan para sahabat Nabi Muhammad saw. ? Sejak zaman risalah (ketika Nabi hidup) sampai zaman kerajaan Islam, setiap pemimpin diangkat dengan mekanisme politik yang berbeda. Apakah hal tsb menunjukkan bahwa mereka hanya mengada-ngada demi kemaslahatan diri sendiri dan hal tsb tidak ada dasar dari Syariah Islam. Dalam faham El-faqier, kepemimpinan mereka adalah perkara iijtihadi. Perkara tsb diserahkan kepada pemimpin sesuai kemaslahatan masyarakat. Dari sana, politik bernegara dari Nabi Muhammad saw. dan para sahabat masuk dalam lingkup Syariah Islamiyah. Contoh sebuah politik adalah ketika Nabi Muhammad saw. membakar perniagaan para tentara yang berkhianat dengan mencuri harta rampasan perang. Menggandakan denda terhadap seorang pencuri barang yang tidak berharga. Hal tsb tentu adalah politik yang sesuai dengan maslahat pada zaman itu. Sesudah khulafa ar-rasyidin Islam menjadi milik kerajaan, jabatan kepemimpinan diwariskan turun-temurun, banyak yang mengira bahwa politik tsb adalah sebuah politik kenegaraan, dan tidak ada ikatan dengan Islam. Mungkin dapat dibenarkan jika mereka menjalankannya dengan mengikut hawa nafsu. Akan tetapi, hukum dalam Islam terbagi dua, pertama; qot'i (tidak mungkin dirubah, karena dalil yang mutawatir, shahih dan jelas spesifikasinya). Kedua; zhonni (dallil yang tidak seperti di atas). Dan saya sudah menerangkan bahwa politik dari seorang pemimpin adalah ijtihadi sesuai kemaslahatan.
Para politikus hukum pada tahun 1937 m. sudah menyepakati bahwa Syariat Islam adalah salah satu sumber dari undang-undang di dunia. undang-undang tsb tunduk dengan Syariah Islam, tetapi apakah politik tunduk dengan akal, percobaan, penelitian, adat istiadat dsb.? al-Qarafi menegaskan bahwa seorang fundamentalis berkata :"Tujuan-tujuan Syariah Islam untuk kemaslahatan dan menolak kerusakan dalam masalah ukhrawi ( seperti ritual) tidak diketahui kecuali dengan Syar'i (al-Qur'an dan sunnah). Adapun perkara yang berkaitan dengan duniawi, maka untuk mengetahuinya cukup dengan adat, penelitian dan perasangka" ia (al-Qarafi) mengkritik bahwa perkara ukhrawi betul sabaimana yang ia ucapkan, tetapi tidak semua perkara duniawi tunduk dengan penelitian dan adat istiadat. Al-Qur'an dan sunnah punya peran penting dalam perkara politik, bukankah prinsip musyawarah yang dijalankan Nabi Muhammad saw. sampai zaman Ali ra. adalah persis dengan MPR dan DPR dalam istilah Indonesia. Dan bukan suatu keharusan, bahwa mereka yang duduk sebagai dewan perwakilan rakyat dalam mencetuskan undang-undang akan sepakat dalam satu undang-undang, karena semua adalah ruangan ijtihadi.
Al-Qur'an sebagai pedoman sudah mengisyaratkan kewajiban taat terhadap pemimpin selama ia tidak menyalahkan hal-hal yang benar (qhot'i) dalam agama Islam. Sebagaimana termaktub dalam al-Qur'an surat An-Nisa' ayat 59 "wa ulil amri minkum" dalam beberapa buku tafsir seperti Tafsir at-Thabari, Ibn Katsir dll. mengatakan bahwa mereka adalah pemimpin, sultan, ulama, ahli fiqih dan agama, Abu Bakar dan Umar, sahabat Nabi Muhammad saw., muhajirin, anshar dan pengikut mereka, para cendikiawan dan pemikir, dll. At-Thabari berkata :"Boleh saja, yang dimaksud adalah semua pendapat, yaitu semua orang yang memegang amanat dalam perkara dunia dan akhirat". Ibn Katsir berkata :"Secara substantif ulil amr adalah semua pemimpin dan ulama". Al-Alusi berkata :"Secara umum, ulama mentafsirkan ulil amr secara abstrak, dengan mencakup semua pendapat, karena pemimpin adalah pengatur urusan politik dll, dan ulama adalah pemelihara Syariah". Ats-Sa'alabi berkata :"Pendapat yang utama adalah pemimpin dan ulama". Sayyid Thanthawi berkata :"Menurut pendapat yang berlaku adalah para Hakim".

Kesimpulan
Ilmu-ilmu dalam agama Islam pada zaman Nabi Muhammad saw. tidaklah mempunyai nama sebagaimana zaman-zaman berikutnya, seperti Nahwu, ilmu-limu al-Qur'an, dll. Dan tentu, tidak ada larangan untuk mendirikan sebuah lembaga politik Islam, apalgi, ketika kita menjenguk sebuah universitas di seluruh dunia yang mempunyai banyak fakultas, dengan jurusan yang berbeda-beda. Hal tersebut hanya untuk meminoritaskan universitas yang bersifat duniawi dan menghidupkan ilmu religius di saat keterpurukan moral sebuah negara yang ingin bangkit dengan dasar-dasar Islam. Rasulullah saw. bersabda :"Siapa saja yang berusaha untuk mendapatkan ilmu, maka Allah swt. akan menjamin rizkinya".

Jumat, 05 Desember 2008

Idul Adha

Jadikan ceritamu indah dan menarik dgn amal saleh dan syukur kepadaNya. Raudhatul Banjariyin Yaman mengucapkan "selamat hari besar Islam, hari raya Idul Adha 1429 h.".

Idul Adha

Jadikan ceritamu indah dan menarik dgn amal saleh dan syukur kepadaNya. Raudhatul Banjariyin Yaman mengucapkan "selamat hari besar Islam, hari raya Idul Adha 1429 h.".

Diskusi PPI

Persatuan pelajar Indonesia se Yaman cabang Hadramaut masa bakti 08-09 kembali mengadakan diskusi. Kali dgn tema eksekusi di negara Indonesia apakah sah menurut Islam?

Senin, 03 November 2008

Berita

1.Maaf, fhoto fhoto tidak bisa kami tampilkan bulan ini.
2. kota Tarim telah terkendali kembali, setelah mengalami musibah kebanjiran yang memutus jalur antara Tarim, Seiyun dll.

Selama Liburan

Selama liburan
"Hai dimana aja ent" itu mungkin perkataan singkat yang diuraikan oleh seorang teman akrab saat dia bertemuku di masa shaifiyah. Nah saatnya bercerita, "shaifiyah" adalah musim panas yang biasanya pada bulan-bulan Juni, Juli dan Agustus. Saat itu juga Fakultas Syariah & Hukum Universitas Ahgaff -Tarim Hadhramaut- memulai jadwal liburannya, nah waktu itu juga, dimulailah perlayaran-perlayaran: ada yang pulang ke kampung halamannya -Banjar contohnya-, ada yang umroh ke Makkah, ada yang jalan-jalan ke Mesir, ada yang ke Syimal –maksudnya ke Yaman Utara seperti Son'a, Zabid dll-, ada yang ke Dau'an –masih wilayah Hadhramaut- jadi guru, ada juga yang menetap di sakan alias asrama kuliah yang tercinta dengan berbagai aktitifitasnya dari tidur, makan, ngobrol sampai lomba, tapi ada juga yang serius melulu, tidak ketinggalan mahasiswa yang udah ngetop dengan wiridan, penelitian kitab-kitab kuno, pelajaran kilat dengan para senior atau para cendikiawan bidangnya masing-masing, majelis ta'lim Rubath Tarim dan Darusmusthofa dll. Liburan memang hanya beberapa bulan tapi kesempatan itulah yang dimanfaatkan oleh Al-Habib Umar bin Hafizh untuk memberikan waktu atau pondok kilat bagi semua kalangan yang tidak terbatas dengan usia. Dan pon-kil itu dalam istilah Hadhramaut bernama "Dawroh", para guru-guru disana pun meletakkan maqosid ataupun tujuan inti dari terselenggaranya pon-kil tersebut, kurang lebihnya maqosid tsb adalah :
Menambah keimanan, keyakinan kepada Allah Swt. serta kecintaan kepada Rasululloh Saw. dengan menambah ketakwaan dan ketaatan kepadaNya.
Menambah ilmu pengetahuan agama untuk menyesuaikan amal ibadah dengan benar, sah serta pergaulan yang baik.
Menghidupkan ruh dan tali persaudaraan dalam kehidupan bermasyarakat serta menghilangkan permusuhan dan perkelahian.
Mendidik seorang beriman yang ikut andil dalam memecahkan dan memberikan solusi problema masyarakat.
Wah di sana juga ujian dan hadiah-hadiah buat para pemilik rangking 10 besar pertama, tapi yang jelas itu hanya hiburan dan support bagi anak-anak muda yang enggak mau kalah.
Kembali ke sakan, kalau cerita kegiatan liburan, pasti yang tidak kalah adalah chating, chating memang kadang kala, membuat seseorang berantakan, kadangkadang membikin seseorang pd (percaya diri). Tapi yang membuat saya tertatik, di sana masih banyak kajian ilmiah yang tentunya memberikan faedah kemasan yang berbeda dari Forum. diskusi yang pernah saya ikuti selama di Yaman.
Saya sendiri dengan nama khas MTP sering ikut debat, tapi kadang-kadang saya juga tidak serius, sampai ada yang menghukum saya dengan ucapan :"Islam engga". Akhirnya saya tanggapin, kalau penyebab murtad ada tiga:
i'tiqad (keyakinan), maka kita harus menjaga, jangan sampai kita berkeyakinan salah atau mengingkari salah satu rukun Iman atau Islam, atau menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal, seperti menghalalkan transaksi riba secara umum atau mengaku Nabi atau tidak mewajibkan shalat lagi.
af'al (pekerjaan) yang saya aksud adalah pekerjaan yang bertentangan dengan rukun Iman dan Islam seperti menyembah berhala atau menggantung salib di lehernya. Karena, sujud kepada berhala menunjukkan bahwa ada seseorang yang disembah selain Allah swt. Dan menggantung salib artinya mengatakan bahwa Nabi Isa as. Telah di salib, padahal Alqur'an telah menjelaskan bahwa Nabi Isa as. telah di angkat ke langit. Jika seorang muslim mengerjakannya dengan kehendaknya sendiri dan dalam keadaan sadar, segeralah bersyahadah, karena ia telah memurtadkan dirinya.
Menghina rukun Iman atau Islam dan semua yang saya sebutkan di bagian pertama, seperti menghina sunah rasul.
Dalam debat yang lain, ada seseorang bertanya :"Berapa istri Nabi Muhammad saw.?", saya pun menjawab bahwa ulama tidak satu pendapat dalam hal ini. Said Ayub berkata dalam bukunya "Zaujatun Nabi" : Pendapat ulama tentang istri Nabi Muhammad saw ada empat.
Dua puluh lima.
Dua puluh satu.
lima belas.
tiga belas, tidak termasuk selir (budak perempuan).
Dan yang tidak di perselisihkan ulama ada sebelas, dan dua jariyah (budak perempuan). Artinya para ulama masih berbeda pendapat tentang istri Nabi yang lebih dari sebelas.
Said ayub juga menolak keras dengan logika dan riwayat tentang mereka yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw. Lelaki syahwani (baca Zaujatun Nabi karangan said Ayub).
Mungkin inilah yang bias saya ceritakan. Akhirul kalam yang tidak saya lupakan adalah shalawat dan salam untuk baginda Nabi Muhammad saw.
Sampai jumpa…………………………………………………………

Selasa, 07 Oktober 2008

Berita

Bulan ini, kami akan hadir dgn. fhoto-fhoto

Minggu, 28 September 2008

Dakwah (I)

Fiqih Dakwah (I)
Manusia, pada dasarnya selalu menerima kebenaran, tetapi kadang-kadang kebenaran itu keluar dari seseorang yang tidak ia senangi, ketika itulah sang penjahat ulung yang tidak kelihatan oleh kaum manusia, yaitu Iblis, berpesta karena mereka telah menyesatkan seseorang dari keturunan Nabi Adam As. Tetapi rahmat Tuhan melebihi siksa yang pedih, makanya siksa pun di tunda sampai hari kelak nanti. Kadang-kadang kebenaran itu, juga nampak dari beberapa kelompok. Itulah yang membuat masyarakat kebingungan dan merasa bahwa hanya salah satu dari mereka yang berhak diikuti. Di lain sisi para da'i juga berbeda acuan dalam menindak lanjuti perbedaan antara mereka, tentu yang harus dilakukan oleh semua pihak adalah bagaimana membersihkan hati mereka ketika menjawab, menyanggah atau meralat semua yang mereka dengar atau ucapkan, mereka juga harus ingat kalau seluruh pihak adalah kalangan Islam. Kebenaran juga tidak dipastikan dengan banyaknya pendukung, karena hasil kerja keras dari seorang da'i terkadang tertunda ataupun mengalami rintangan. Yakinlah bahwa ketika seseorang berdakwah dia telah melaksanakan sebuah kewajiban :
وأمر بالعرف (الأعرف 199)
Dan yakinlah bahwa hidayah dan taufik hanya dari Allah Swt. Dan semua yang ia lakukan hanya sebagai ibadah untuk mendekatkan dirinya kepada Penciptanya Yang Maha Kuasa. Dakwah juga tidak terbatas dari kalangan bersarung, berjubah, bersorban, dll. Tetapi dakwah adalah kewajiban semua umat, bahkan mengajarkan doa sebelum tidur :
"اللهم إني أسلمت وجهي إليك وفوضت أمري إليك وألجأت ظهري إليك رغبة ورهبة إليك لا ملجأ ولا منجأ منك إلا إليك اللهم آمنت بكتابك الذي وبنبـيك الذي أرسلت". رواه البخاري ومسلم.
menyarankan tidur dengan menghadap kiblat dan berbaring ke sebelah kanan kepada anak atau teman adalah sebuah dakwah. Dakwah juga bukan milik laki-laki, kaum Hawa juga mempunyai peran dalam berdakwah. Seorang ulama yang masyhur dengan sebutan "Ibnu Daqiqil ied" pernah berucap kepada istrinya :"Akulah sang pengajar, akulah sang pendidik", pada zaman itu hari raya adalah hari hadiah bagi anak-anak kecil, kerena para orang tua berbagi roti yang manis untuk mereka, ketika Ibnu Daqiqil ied akan berkhutbah hari raya, ia pun meminta kepada istrinya beberapa bungkus roti untuk ia bagi, sang istri menjawab :"Hari ini tidak ada tepung", lantas ia pun kebingungan, ketika di atas minbar ia beberapa kali mengucapkan :"Daqiqil ied" yang artinya adalah tepung hari raya, sejak itu ia di gelar dengan "Ibnu Daqiqil ied".
Keikhlasan niatlah yang akan memperlihatkan apakah ia benar-benar menjadikan dakwah sebagai ibadah atau hanya ingin dikenal dengan sebutan orang sholih. Lihatlah Syeikh Abdul Qodir al-Jailani dengan keikhlasannya, ketika jatuh di depan majelisnya seekor Ular, beliau tidak berhenti untuk memberikan siraman rohani.
Seorang da'i harus ingat bahwa keaibannya sendiri jauh lebih banyak dari para pendengar. Terkadang kesombongan juga merasuk dalam ketaatan dan ibadah seseorang. Seorang da'i juga harus kuat dalam bertawakkal. Jika seseorang bertanya :"Apa yang harus kita lakukan, supaya benar-benar bertawakkal?", al-Habib Umar menjawab :"Dengan membaca hikayat para Rasul, Nabi-nabi, pewaris mereka (ulama) dan mengerjakan segala tuntunan dalam ayat al-Qur'an atau hadits untuk bertawakkal".
Al-Habib Ali Zainal Abidin (Hadhromaut) pada tahun ini (2008) dalam majelisnya di Darul Musthofa menjelaskan kaidah-kaidah dalam berdakwah yang tersimpun dalam tiga kaidah : Pertama, tatsabbut (kepastian/verifikasi). Kedua, tafahum (memahami). Ketiga, isti'ab (kemampuan/kapasitas).
Kaidah pertama adalah bagaimana seorang da'i dapat mengontrol kendali pola berpikirnya, dan ia tidak akan berlebihan dalam berdakwah, ketika ia mendengar seseorang mengupat, tentu ia akan ingkar dan melarangnya, tapi ia juga tidak berlebihan. Kewajiban seorang da'i ketika itu adalah tatsabbut, artinya ia harus bertanya kepada pelaku, bahwa ia tidak dalam keadaan yang diperbolehkan untuk mengupat. Kaidah ini tidak lain bermakna bahwa segala sesuatu harus atas dasar yakin, sampai seorang da'i boleh mengatakan bahwa sang pelaku memang bersalah. Peperangan antar agama di Bosnia dan Serbia adalah contoh dari berita-berita yang tidak akurat, sampai akhirnya perang meletus. Golongan-golongan Islam juga saling menerkam, karena ketiadaan tatsabbut dalam berita yang di siarkan oleh media massa. Pertikaian antara partai atau elit politik juga mewarnai banyaknya tragedi yang tidak berdasarkan keyakinan dalam menghukumi seseorang. Ketika ditanya :"Apakah pertikaian antara partai politik Haram", Syeikh Umar bin Husain al-Khotib (pengajar PP Darulmusthofa) menjawab :"Apakah termasuk petunjuk Nabi Muhammad Saw. Jika seseorang ingin menggugurkan jabatan orang lain?, apakah termasuk petunjuk Nabi Muhammad Saw jika seseorang ingin menjatuhkan nama partai seseorang?, apakah mereka tidak mendengar bahwa Nabi Muhammad Saw. Bersabda :"Siapa yang beriman dengan Allah Swt. dan hari kiamat, maka ia akan berkata yang baik atau berdiam"…".
Kaidah kedua adalah tafahhum artinya ia harus memandang lebih jauh, ketika ia melihat seorang pemabuk apakah ia akan memukulnya?, seorang ulama di daerah Afrika pulang dari majelisnya, ketika di jalan, ia menghampiri seorang pemabuk yang telah pingsan di tengah jalan, ia pun turun dan memperhatikannya, ketika itu, ia melihat cincinnya yang bertulisan Allah Swt. ia pun mengusap bekas minuman keras tersebut dari mulutnya, kemudian ia gosokkan minyak ke seluruh badannya, ketika bangun pemabuk tersebut kaget dengan kebersihan dan harum dari tubuhnya, ia bertanya :"Siapa yang telah mengasihaniku dan telah menggosokkan minyak wangi kepadaku?", kemudian pemabuk tersebut datang kepada ulama tersebut dan bertaubat. Itulah hasil dari kaidah tafahhum, seorang da'i tidak membenci orang yang mengerjakan maksiat, tapi ia hanya membenci maksiat tersebut.
Kaidah ketiga adalah isti'ab artinya seorang da'i harus mempunyai kapasitas yang memadai untuk berdakwah, seseorang yang tidak mengerti tentang hukum warisan, tentu tidak boleh untuk mengajarkannya, begitu pula seorang da'i, ia harus melihat situasi kondisi tempat di mana ia berada. Tapi, apakah perbedaan bahasa akan menjadi penghambat? Dalam berdakwah satu bahasa bukan syarat, karena mungkin saja bagi orang Arab berdakwah di Indonesia dengan seorang penterjemah. Tentu, kaidah isti'ab bukan alat pembatas berdakwah, karena sudah kami terangkan, bahwa kewajiban dakwah bagi seluruh umat, dan itu sesuai dengan kapasitasnya masing-masing, mulai dari ayah bagi anak-anaknya, guru bagi murid-muridnya, atasan bagi bawahannya, dll.
Tulisan pendek ini, insyallah Swt. akan bersambung dalam Fikih dakwah (II). Tulisan ini juga bisa dikatakan opini atau cerpen, kerenatulisan ini adalah rangkuman penjelasan fikih dakwah di Tarim Hadhromaut Republik Yaman yang telah penulis dengarkan. Ya Allah janganlah engkau haramkan kebaikan dari sisimu, karena kejahatan yang ada di sisi kami Amiiiiiin.

(Muhammad Zaki Ahmad Rofi'i)
(20 Ramadhan 1429/ 20 September 2008)

Senin, 25 Agustus 2008

ISRO MI'ROJ

Isra Mi'raj

بسم الله الرحمن الرحيم
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير. (Surat al Isro' Ayat : 1)

Maha suci Tuhan yang telah memberangkatkan akan hamba-Nya pada waktu malam dari masjid Al-haraam ke masjid Al-aqsha yang kami berkahi sekitarnya, supaya kami perlihatkan sebagian dari ayat-ayat kami, sesungguhnya Ia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Ayat suci ini telah menjadi hujjah bahwa Nabi Besar kita Muhammad Saw telah di berjalan disuatu malam ke masjid al Aqsha kemudian naik sampai ke langit ketujuh, dikala tersebut sulit bagi sebagian sahabat mempercayainya terkecuali sahabat yang bernama abu bakar as siddiq, tanpa ragu langsung membenarkan terhadap perkataannya, karena itulah ia diberi gelar as Siddiq yang artinya ialah orang yang sangat membenarkan, sesungguhnya telah murtad orang yang murtad terhadap kejadian tersebut tapi ketika rasulullah ditanya tentang berapa pintu dan jendela masjid al Aqsha, Nabipun menjawab dengan betul, padahal beliau belum pernah kesana satu kalipun, ketika teranglah hati sahabat dari cobaan yang datang terhadap mereka, sebagaimana firman-Nya (QS : al Isro' 60) :"dan tidak kami jadikan mimpi kenyataan Isra mikraj tersebut kecuali sebagai cobaan terhadap manusia.

Penulis teringat bahwa sifat siddiq memang sangat berat apalagi kejujuran terhadap Allah, Rosul-Nya dan orang tua, kita kadang-kadang lupa tanpa disadarkan telah berdusta dengan orang tua, el Faqier pernah masuk ke ruangan komputer kuliah Syariah Universitas Ahgaff, saat masuk petugas menanyakan kartu pelajar, ketika itu el Faqier memperlihatkan kartu yang sudah kadaluwarsa, petugas Tsb kemudian berjalan ke perpustakaan dan dia menemukan kartu el Faqier, diapun memberikan kepada saya sambil berkata :"Ta'allam siddq" belajarlah kejujuran, mungkin inilah sebuah pelajaran sidiq kepada elfaqier.

Sejak empatbelas abad yang silam telah berlalu kejadian Tsb bagi Rosululloh Saw dimana Jibril As datang kepada Nabi Muhammad Saw bersama Mika'il As dan membelah dada Nabi dengan air Zamzam untuk diisi dengan ilmu, hilm, iman, keyakinan, Islam dan Nabipun ditentukan sebagai Nabi akhir zaman, kemudian berangkat dengan hewan yang bernama al Buroq, ditengah perjalanan Rosululloh Saw melihat suatu kaum yang menanam disatu ladang pada suatu hari dan memanennya pada hari yang lain, setiap kali dipanen ladang Tsb kembali seperti belum dipanen, Nabipun bertanya :"Wahai Jibril As siapa mereka ?", Jibril As menjawab :"Mereka adalah pejuang dijalan Allah Swt yang berganda ganda ganjaran untuk mereka", kemudian Nabi Saw melewati suatu kaum yang dipecah kepala mereka dengan batu besar, setiap kali dipecahkan kembali kepala mereka seperti semula, Nabipun bertanya :"Wahai Jibril As siapa mereka ?", Jibril As menjawab :"Itu adalah kepala orang yang berat untuk sembahyang", kemudian Nabi Saw melewati suatu kaum di depan mereka sebidang tanah di belakang mereka sebidang tanah, mereka merumput sebagaimana hewan ternak onta yang merumput, yang mereka makan adalah tumbuh tumbuhan, panggangan dan batu-batu dari api neraka yang panas, pahit, busuk dan mematikan, Nabipun bertanya :"Wahai Jibril As siapa mereka ?", Jibril As menjawab :"Mereka adalah orang yang tidak menunaikan zakat", kemudian Nabi Saw melawati suatu kaum yang disediakan daging yang matang dan daging yang busuk dalam panci yang berbeda tapi mereka memilih dan memakan daging yang busuk, Nabipun bertanya :"Wahai Jibril As siapa mereka ?", Jibril As menjawab :"Orang tersebut adalah laki-laki yang mempunyai istri tapi ia tinggalkan dan malah menyeleweng dengan perempuan yang tidak halal baginya, begitu juga perempuan yang mempunya suami, tapi malah menjual dirinya kepada laki-laki lain", kemudian Nabi Saw melewati satu batang kayu disuatu jalan yang mensobek dan menghanguskan semua yang melewatinya, Nabipun bertanya :"Wahai Jibril As siapa mereka ?", Jibril As menjawab :""Mereka adalah perbandingan umatmu yang duduk disuatu jalan, kemudian merampasnya, kemudian Nabi Saw melewati satu laki-laki yang mengumpulkan seikatan yang berat dan tidak kuasa untuk mengangkatnya, tapi ia terus menambahnya, Nabipun berkata :"Wahai Jibril As siapa mereka ?", Jibril As menjawab :"Mereka adalah umatmu yang tidak kuasa menyandang amanah, tapi terus menambahnya", kemudian Nabi Saw melewati satu kaum yang dipotong lidah dan mulut mereka, Nabipun bertanya :"Wahai Jibril As siapa mereka ?", Jibril As menjawab :"Mereka adalah para penceramah fitnah", kemudian Nabi Saw melewati satu batu kecil yang keluar darinya sapi yang besar dan sapi Tsb mencoba masuk kembali tapi tidak ada jalan, Nabipun bertanya :"Wahai Jibril As siapa mereka ?", Jibril As menjawab :"Ini adalah laki-laki yang mengucapkan perkataan yang berakibat besar dan ia menyesalinya, kemudian Nabi melewati satu tempat dengan angin yang sejuk dan harum, diselingi suara-suara merdu, Nabipun bertanya :"Wahai Jibril As angin sejuk apa ini ?, keharuman apa ini ?, suara apa ini ?", Jibril As menjawab :"Ini adalah suara Sorga yang berkata :"Wahai Tuhanku, berikan kepadaku apa yang telah engkau janjikan…", Tuhanpun menjawab dengan firmannya :"untukmu semua orang muslim, beriman dan orang yang beriman kepadaku dan Rosulku, beramal saleh, tidak mensekutukanku, siapa yang takut kepadaku maka dia orang yang beriman, siapa yang meminta kepadaku akanku beri, siapa yang menghutangiku akanku balas, siapa yang bertawakkal kepadaku maka dia akan berkecukupan", Sorga berkata :"Sungguh aku senang", kemudian Nabi Saw mendengar suara gerumuh dan bau yang busuk, Nabipun bertanya :"Wahai Jibril As angin apa ini ?, suara apa ini ?", Jibril As menjawab :"Ini adalah suara Neraka yang berkata :"Wahai Tuhanku berikanlah aku yang telah engkau janjikan…", Tuhanpun menjawab dengan firman-Nya :"Untukmu semua orang kafir, orang yang keji, orang yang sombong dan tidak beriman dengan hari kiamat", Neraka berkata :"Sungguh aku senang", kemudian sampai ke Baitul Maqdis, kemudian dinaikkan ke langit sampai ke langit yang ketujuh dan melihat hadhrot Ilahi.

Mungkin inilah segelintir cerita isra Nabi dengan segala hikmahnya dan bagaimana umat Nabi Saw yang taat dan yang maksiat, tapi yang saya kedepankan adalah bagaimana pandangan ulama terhadap kejadian Isra mikraj, tersebut dalam "Subulul huda warrosyad"Ulama pada fenomena ini berbeda pandangan antara tiga pendapat:

Kebanyakan ulama berpendapat bahwa Isra mikraj terjadi terhadap Nabi Saw dengan ruh dan jasadnya ketika ia sadar dari Mekkah ke Baitul Maqdis ke langit ketujuh ke Sidrotul Muntaha ke tempat yang Allah Swt kehendaki. Al Qodhi berkata :"Inilah pendapat yang benar yang sejalan dengan ayat suci al Qur'an dan hadits-hadits yang shohih tentang mikrajnya ke langit-langit secara wantar; karena tidak boleh berpaling dari dzohir dan hakehat lafal al Qur'an dan hadits untuk mentakwilkannya kecuali ketika mustahil atau tidak mungkin menginterpretasikan lafal kepada dzohirnya., dan bukanlah mustahil Isra mikraj dengan ruh dan jasad; seandainya kejadian Tsb dalam mimpi tentu lafal yang pantas adalah :
"سبحان الذي أسرى بروح عبده"

Ayat lain yang meunjukkan isra Nabi Saw dengan jasadnya adalah firman-Nya (QS : an Najm 17): "ما زاغ البصر وما طغى", yang artinya :"Ia tidak berpaling dari melihat kepada apa yang diperintahkan untuk melihatnya", ayat ini memperjelas bahwa Nabi Muhammad Saw ketika Mikraj melihat dengan mata kepalanya sendiri; karena dengan lafal "al Bashor". Lagipula jika kejadian Tsb dalam mimpi, tidak sampai sebagian sahabat Nabi Saw murtad dengan mendustakannya. Nabipun menjelaskan bahwa beliau dalam isranya telah meminum air milik pelayar orang Quraisyi, begitu pula ketika seekor onta lari dari pemiliknya; sebab al Buroq yang ditunggang oleh Nabi Saw, beliaupun menjanjikan bahwa pelayar tersebut dengan ontanya akan kembali pada hari Rabu.

Pendapat yang kedua bahwa Rasululloh isra ke Baitul Maqdis dengan jasadnya dan mikraj ke langit dengan ruhnya, stateman ini lahir dari ayat (QS al Isro' 1) yang Tsb diatas yang menjelaskan bahwa isra dari Masjid al Haram ke Masjid al Aqsho dan tidak melebihi dari itu.

Ulama pada umumnya menolak pendapat ini; karena pada mulanya Allah Swt menyebutkan ayat isra ke Baitul Maqdis. Manakala tanda kebenarannya sudah jelas, Allahpun menjelaskan mikraj ke langit di ayat dan surat yang lain (tepatnya dalam surat an Najm).

Pendapat ketiga mengatakan bahwa isra mikraj dengan ruh Nabi Saw dalam mimpinya, pendapat ini sesuai dengan (QS al Isro" 60) : "وما جعلنا الرؤيا التي أريناك إلا فتنة للناس", seandainya kejadian Tsb dalam keadaan sadar maka lafal yang pantas adalah ar Ru'yat, Riwayat Anas Ra juga memperkuat pendapat ini :"Dan ia sedang tidur dalam masjid al Haram", diakhir riwayat Anas Ra Menjelaskan bahwa Nabi Saw bersabda :"Kemudian aku bangun dari mimpiku sementara aku didalam masjid al Haram". Stateman ini dinisbatkan kepada Mu'awiyah dan 'Aisyah Ra, akan tetapi riwayat Mu'awiyah tidak shohih; karena Ya'qub sang periwayat tidak bertemu dengan Mua'wiyah.

'Aisyah Ra berkata : "وما فقد جسد رسول الله  ولكن اسري بروحه" dan yang tersebut dalam buku "as syifa'" adalah lafal "ما فقدت".

Dalam hal ini Ibnu Abbas Ra mengatakan bahwa ayat 60 surat al Isro' tersebut adalah melihat dengan mata kepala Nabi Saw sendiri, yang berarti lafal "Ar Ru'ya" bermaknakan melihat dalam keadaan sadar.

Riwayat Anas Ra juga dapat diinterpretasikan bahwa Jibril As datang sementara Nabi Saw sedang tidur, sebagaimana riwayat Hasan Ra :"Ketika aku sedang tidur dekat Hajar al Aswad datang kepadaku Jibril As" dan tidak satupun riwayat yang mengatakan bahwa Nabi Saw tidur disepanjang perjalanan. Adapun riwayat :"Kemudian aku bangun dan aku dalam masjid al Haram", al Hafidz Ibnu Hajar al Asqollani mengomentari bahwa :"Jika diinterpretasikan dengan pendapat bahwa :"kejadian isra Tsb lebih dari sekali", maka tidak ada masalah dengan riwayat ini, namun menurut pendapat bahwa :"isra hanya sekali", riwayat Tsb ditakwilkan bahwa Nabi Saw sadar dari kesibukan hatinya dengan musyahadah keajaiban malakut, kemudian beliau kembali ke alam dunia.

Adapun riwayat yang dinisbatkan kepada 'Asyiah Ra juga dengan periwayat yang majhul (tidak diketahui siapa sang periwayatnya), Abu al Khattob bin Dihyah berkata :"Bahwa riwayat dari 'Asyiah karangan belaka". 'Asyiahpun ketika kejadian isra belum menjadi istri Nabi Saw dan ketika itu masih dalam umur yang belum dikatakan disiplin.

Dapat el Faqier simpulkan bahwa kejadian isra mikraj adalah suatu yang realistis, dari sisi lain ulama sepakat bahwa mimpi Nabi Saw adalah wahyu yang berarti bahwa : perintah sembahyang lima waktu disyariatkan mula-mula pada malam tersebut, wallohu a'lam.

Penulis : Muhammad Zaki Ahmad Rofi'i Abdulhamid
(diintisarikan dari Subulul huda warrosyad karangan Muhammad bin Yusuf as Sholihi As Syami, Tafsir Ibn katsir dan bidayah wan nihayah karangan Ibn Katsir)

FIQIH IBADAH

Pendahuluan

Tiada kata lain kecuali puji syukur yang kita panjatkan kepada Allah SWT serta sholawat dan salam kita haturkan keharibaan Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta semua umat yang mengikuti jejak n beliau sampai hari kiamat.

Selanjutnya Rasululloh SAW telah bersabda :

"Islam telah dibangun atas lima perkara : (1) : Sahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad utusan-Nya, (2) : Mendirikan sembahyang, (3) : Menunaikan zakat, (4) : Puasa dibulan Romadhon, (5) : Melaksanakan ibadah haji kebaitulloh bagi yang mampu" .

Buku ini adalah terjemah dari sebuah buku kecil yang mengulas kewajiban yang krusial terhadap manusia, buku tersebut bernama asli "Safinatun naja' fima yajibu 'alal abdi limaulah" Yang disusun oleh Syeikh al 'Alim al Fadhil Salim bin Sumair al Hadhromi . Oleh karana itu kami sebagai penterjemah dari anak anak IPKYAMAN (Ikatan pelajar Kalimantan Yaman) menamakan buku terjemah ini dengan nama :

"Bahtera Keselamatan
Tentang Kewajiban Hamba Terhadap Tuhannya"

Kewajiban tersebut ialah lima perkara yang tersebut dalam hadits Rosul SAW, tetapi penyusun buku tersebut tidak mengulas kewajiban haji karena ibadah haji terkait dengan kemampuan material dan fisik. Tim penterjamahpun tidak memperpanjang buku tersebut. Sekian kata pengantar kami sebagai pembuka, wassalamu 'alaikum warohmatullohi wabarokatuh.








Dept : dik-dak



بسم الله الرحمن الرحيم

(Muqoddimah)

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Segala puji hanya kepada Allah Tuhan semesta alam, dan kepadaNya jualah kita memohon pertolongan atas segala perkara dunia dan akhirat. Dan shalawat serta salamNya semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW Penutup para nabi, juga terhadap keluarga, sahabat sekalian. Dan tiada daya upaya kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Perkasa.


(BAB I)
"Aqidah"

d(Fasal Satu)

Rukun Islam ada lima perkara, yaitu:

1. Bersaksi bahwa tiada ada tuhan yang haq kecuali Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW adalah utusanNya.
2. Mendirikan sholat (lima waktu).
3. Menunaikan zakat.
4. Puasa Romadhan.
5. Ibadah haji ke baitullah bagi yang telah mampu melaksanakannya.

(Fasal Dua)
Rukun iman ada enam, yaitu:

1. Beriman kepada Allah SWT.
2. Beriman kepada sekalian Mala'ikat
3. Beriman dengan segala kitab-kitab suci.
4. Beriman dengan sekalian Rosul-rosul.
5. Beriman dengan hari kiamat.
6. Beriman dengan ketentuan baik dan buruknya dari Allah SWT.

(Fasal Tiga)

Adapun arti "La ilaha illah", yaitu: Tidak ada Tuhan yang berhak disembah dalam kenyataan selain Allah.




(BAB II)
"Thoharoh" (Bersuci)

(Fasal Satu)

Adapun tanda-tanda balig (mencapai usia remaja) seseorang ada tiga, yaitu:

1. Berumur seorang laki-laki atau perempuan lima belas tahun.
2. Bermimpi (junub) terhadap laki-laki dan perempuan ketika melewati sembilan tahun.
3. Keluar darah haidh sesudah berumur sembilan tahun .

(Fasal Dua)

Syarat boleh menggunakan batu untuk beristinja ada delapan, yaitu:

1. Menggunakan tiga batu.
2. Mensucikan tempat keluar najis dengan batu tersebut.
3. Najis tersebut tidak kering.
4. Najis tersebut tidak berpindah.
5. Tempat istinja tersebut tidak terkena benda yang lain sekalipun tidak najis.
6. Najis tersebut tidak berpindah tempat istinja (lubang kemaluan belakang dan kepala kemaluan depan) .
7. Najis tersebut tidak terkena air .
8. Batu tersebut suci.

(Fasal Tiga)

Rukun wudhu ada enam, yaitu:

1. Niat.
2. Membasuh muka
3. Membasuh kedua tangan serta siku.
4. Menyapu sebagian kepala.
5. Membasuh kedua kaki serta buku lali.
6. Tertib.

(Fasal Empat)

Niat adalah menyengaja suatu (perbuatan) berbarengan (bersamaan) dengan perbuatannya didalam hati. Adapun mengucapkan niat tersebut maka hukumnya sunnah, dan waktunya ketika pertama membasuh sebagian muka.
Adapun tertib yang dimaksud adalah tidak mendahulukan satu anggota terhadap anggota yag lain (sebagaimana yang telah tersebut).

(Fasal Lima)

Air terbagi kepada dua macam; Air yang sedikit. Dan air yang banyak.
Adapun air yang sedikit adalah air yang kurang dari dua qullah . Dan air yang banyak itu adalah yang sampai dua qullah atau lebih.
Air yang sedikit akan menjadi najis dengan sebab tertimpa najis kedalamnya, sekalipun tidak berubah. Adapun air yang banyak maka tdak akan menjadi najis kecuali air tersebut telah berubah warna, rasa atau baunya.

(Fasal Enam)

Yang mewajibkan mandi ada enam perkara, yaitu:

1- Memasukkan kemaluan (kepala dzakar) ke dalam farji (kemaluan) perempuan.
2- Keluar air mani.
3- Mati.
4- Keluar darah haidh [datang bulan].
5- Keluar darah nifas [darah yang keluar setelah melahirkan].
6- Melahirkan.
(Fasal Tujuh)

Fardhu–fardhu (rukun) mandi yang diwajibkan ada dua perkara, yaitu:

1- Niat mandi wajib.
2- Menyampaikan air ke seluruh tubuh dengan sempurna.
(Fasal Delapan)

Syarat– Syarat Wudhu` ada sepuluh, yaitu:

1- Islam.
2- Tamyiz (cukup umur dan ber'akal).
3- Suci dari haidh dan nifas.
4- Lepas dari segala hal dan sesuatu yang bisa menghalang sampai air ke kulit.
5- Tidak ada sesuatu disalah satu anggota wudhu` yang merubah keaslian air.
6- Mengetahui bahwa hukum wudhu` tersebut adalah wajib.
7- Tidak boleh beri`tiqad (berkeyakinan) bahwa salah satu dari fardhu–fardhu wudhu` hukumnya sunnah (tidak wajib).
8- Kesucian air wudhu` tersebut.
9- Masuk waktu sholat yang dikerjakan.
10- Muwalat .
Dua syarat terakhir ini khusus untuk da`im al-hadats .
(Fasal Sembilan)

Yang membatalkan wudhu` ada empat, yaitu:

1- Apa bila keluar sesuatu dari salahsatu kemaluan seperti angin dan lainnya, kecuali air mani.
2- Hilang akal seperti tidur dan lain lain, kecuali tidur dalam keadaan duduk rapat bagian punggung dan pantatnya dengan tempat duduknya, sehingga yakin tidak keluar angin sewaktu tidur tersebut
3- Bersentuhan antara kulit laki–laki dengan kulit perempuan yang bukan muhrim baginya dan tidak ada penghalang antara dua kulit tersebut seperti kain dll.
''Mahram'': (orang yang haram dinikahi seperti saudara kandung).
4- Menyentuh kemaluan orang lain atau dirinya sendiri atau menyentuh tempat pelipis dubur (kerucut sekeliling) dengan telapak tangan atau telapak jarinya.
(Fasal Sepuluh)

Larangan bagi orang yang berhadats kecil ada tiga, yaitu:
1- Shalat, fardhu maupun sunnah.
2- Thowaaf (keliling ka`bah tujuh kali).
3- Menyentuh kitab suci Al-Qur`an atau mengangkatnya.
Larangan bagi orang yang berhadats besar (junub) ada lima, yaitu:
1- Sholat.
2- Thowaaf.
3- Menyentuh Al-Qur`an.
4- Membaca Al-Qur`an.
5- I`tikaf (berdiam di masjid).
Larangan bagi perempuan yang sedang haidh ada sepuluh, yaitu:
1- Sholat.
2- Thowaaf.
3- Menyentuh Al-Qur`an.
4- Membaca Al-Qur`an.
5- Puasa
6- I'tikaf di masjid.
7- Masuk ke dalam masjid sekalipun hanya untuk sekedar lewat jika ia takut akan mengotori masjid tersebut.
8- Cerai, karena itu, di larang suami menceraikan isterinya dalam keadaan haidh.
9- Jima`.
10- Bersenang – senang dengan isteri di antara pusar dan lutut.

(Fasal Sebelas)

Sebab – Sebab yang membolehkan tayammum ada tiga hal, yaitu:
1- Tidak ada air untuk berwudhu`.
2- Ada penyakit yang mengakibatkan tidak boleh memakai air.
3- Ada air hanya sekedar mencukupi kebutuhan minum manusia atau binatang yang Muhtaram .
Adapun selain Muhtaram ada enam macam, yaitu:
 Orang yang meninggalkan sholat wajib.
 kafir Harbiy (yang boleh di bunuh).
 Murtad.
 Penzina dalam keadaan Ihshan (orang yang sudah ber'aqad nikah yang sah).
 Anjing yang menyalak (tidak menta`ati pemiliknya atau tidak boleh dipelihara).
 Babi.

(Fasal Dua Belas)

Syarat–Syarat mengerjakan tayammum ada sepuluh, yaitu:

1- Bertayammum dengan tanah.
2- Menggunakan tanah yang suci tidak terkena najis.
3- Tidak pernah di pakai sebelumnya (untuk tayammaum yang fardhu).
4- Murni dari campuran yang lain seperti tepung dan seumpamanya.
5- Mengqoshod atau menghendaki (berniat) bahwa sapuan dengan tanah tersebut untuk di jadikan tayammum.
6- Masuk waktu shalat fardhu tersebut, sebelum tayammum.
7- Bertayammum tiap kali sholat fardhu tiba.
8- Berhati – hati dan bersungguh – sungguh dalam mencari arah qiblat sebelum memulai tayammum.
9- Menyapu muka dan dua tangannya dengan dua kali mengusap tanah tayammum secara masing – masing (terpisah).
10- Menghilangkan segala najis di badan terlebih dahulu.

(Fasal Tiga Belas)

Rukun-rukun tayammum ada lima, yaitu:

1. Memindah debu.
2. Niat.
3. Mengusap wajah.
4. Mengusap kedua belah tangan sampai siku.
5. Tertib antara dua usapan.

(Fasal Empat Belas)

Perkara yang membatalkan tayammum ada tiga, yaitu:

1. Semua yang membatalkan wudhu'.
2. Murtad.
3. Ragu-ragu terdapatnya air, apabila dia bertayammum karena tidak ada air.

(Fasal Lima Belas)

Perkara yang menjadi suci dari yang asalnya najis ada tiga, yaitu:

1. Khamar (air yang diperah dari anggur) apabila telah menjadi cuka.
2. Kulit binatang yang disamak.
3. Semua najis yang telah berubah menjadi binatang.

(Fasal Enam Belas)

Macam macam najis ada tiga, yaitu:

1. Najis besar (Mughallazoh), yaitu Anjing, Babi atau yang lahir dari salah satunya.
2. Najis ringan (Mukhaffafah), yaitu air kencing bayi yang tidak makan, selain susu dari ibunya, dan umurnya belum sampai dua tahun.
3. Najis sedang (Mutawassithoh), yaitu semua najis selain dua yang diatas.

(Fasal Tujuh Belas)

Cara menyucikan najis-najis:
Najis besar (Mughallazoh), menyucikannya dengan membasuh sebanyak tujuh kali, salah satunya menggunakan debu, setelah hilang 'ayin (benda) yang najis.
Najis ringan (Mukhaffafah), menyucikannya dengan memercikkan air secara menyeluruh dan menghilangkan 'ayin yang najis.
Najis sedang (Mutawassithoh) terbagi dua bagian, yaitu:

1. Ainiyyah yaitu najis yang masih nampak warna, bau, atau rasanya, maka cara menyucikan najis ini dengan menghilangkan sifat najis yang masih ada.
2. Hukmiyyah, yaitu najis yang tidak nampak warna, bau dan rasanya, maka cara menyucikan najis ini cukup dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis tersebut.

(Fasal Delapan Belas)

Darah haid yang keluar paling sedikit sehari semalam, namun pada umumnya selama enam atau tujuh hari, dan tidak akan lebih dari 15 hari. Paling sedikit masa suci antara dua haid adalah 15 hari, namun pada umumnya 24 atau 23 hari, dan tidak terbatas untuk masa sucinya. Paling sedikit masa nifas adalah sekejap, pada umumnya 40 hari, dan tidak akan melebihi dari 60 hari.






(BAB III)
"SHALAT"

(Fasal Satu)

Udzur( ) sholat:

4. Tidur .
1. Lupa.

(Fasal Dua)

Syarat sah shalat ada delapan, yaitu:

1. Suci dari hadats besar dan kecil.
2. Suci pakaian, badan dan tempat dari najis.
3. Menutup aurat.
4. Menghadap kiblat.
2. Masuk waktu sholat.
3. Mengetahui rukun-rukan sholat.
4. Tidak meyakini bahwa diantara rukun-rukun sholat adalah sunnahnya
5. Menjauhi semua yang membatalkan sholat.

Macam-macam hadats: Hadats ada dua macam, yaitu: Kecil dan Besar.
Hadats kecil adalah hadats yang mewajibkan seseorang untuk berwudhu', sedangkan hadats besar adalah hadats yang mewajibkan seseorang untuk mandi.

Macam macam aurat: Aurat ada empat macam, yaitu:
5. Aurat semua laki-laki (merdeka atau budak) dan budak perempuan ketika sholat, yaitu antara pusar dan lutut.
6. Aurat perempuan merdeka ketika sholat, yaitu seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan.
1. Aurat perempuan merdeka dan budak terhadap laki-laki yang ajnabi (bukan muhrim), yaitu seluruh badan.
2. Aurat perempuan merdeka dan budak terhadap laki-laki muhrimya dan perempuan, yaitu antara pusar dan lutut.

(Fasal Tiga)

Rukun sholat ada tujuh belas, yaitu:
1. Niat.
2. Takbirotul ihrom (mengucapkan "Allahuakbar).
3. Berdiri bagi yang mampu.
4. Membaca fatihah.
5. Ruku' (membungkukkan badan).
6. Thuma'ninah (diam sebentar) waktu ruku'.
7. I'tidal (berdiri setelah ruku').
8. Thuma'ninah (diam sebentar waktu i'tidal).
9. Sujud dua kali.
10. Thuma'ninah (diam sebentar waktu sujud).
11. Duduk diantara dua sujud.
12. Thuma'ninah (diam sebentar ketika duduk).
13. Tasyahud akhir (membaca kalimat-kalimat yang tertentu).
14. Duduk diwaktu tasyahud.
15. Sholawat (kepada nabi).
16. Salam (kepada nabi).
17. Tertib (berurutan sesuai urutannya).

(Fasal Empat)

Niat itu ada tiga derajat, yaitu:
3. Jika sholat yang dikerjakan fardhu, diwajibkanlah niat qasdul fi'li (mengerjakan shalat tersebut), ta'yin (nama sholat yang dikerjakan) dan fardhiyah (kefardhuannya).
4. Jika sholat yang dikerjakan sunnah yang mempunyai waktu atau mempunyai sebab, diwajibkanlah niat mengerjakan sholat tersebut dan nama sholat yang dikerjakan seperti sunah Rowatib (sebelum dan sesudah fardhu-fardhu).
5. Jika sholat yang dikerjakan sunnah Mutlaq (tanpa sebab), diwajibkanlah niat mengerjakan sholat tersebut saja.
Yang dimaksud dengan qasdul fi'li adalah aku beniat sembahyang (menyenghajanya), dan yang dimaksud ta'yin adalah seperti dzuhur atau asar, adapun fardhiyah adalah niat fardhu.

(Fasal Lima)

Syarat takbirotul ihrom ada enam belas, yaitu:

1. Mengucapkan takbirotul ihrom tersebut ketika berdiri (jika sholat tersebut fardhu).
2. Mengucapkannya dengan bahasa Arab.
3. Menggunakan lafal "Allah".
4. Menggunakan lafal "Akbar".
5. Berurutan antara dua lafal tersebut.
6. Tidak memanjangkan huruf "Hamzah" dari lafal "Allah".
7. Tidak memanjangkan huruf "Ba" dari lafal "Akbar".
8. Tidak mentaysdidkan (mendobelkan/mengulang) huruf "Ba" tersebut.
9. Tidak menambah huruf "Waw" berbaris atau tidak antara dua kalimat tersebut.
10. Tidak menambah huruf "Waw" sebelum lafal "Allah".
11. Tidak berhenti antara dua kalimat sekalipun sebentar.
12. Mendengarkan dua kalimat tersebut.
13. Masuk waktu sholat tersebut jika mempuyai waktu.
14. Mengucapkan takbirotul ihrom tersebut ketika menghadap qiblat.
15. Tidak tersalah dalam mengucapkan salah satu dari huruf kalimat tersebut.
16. Takbirotul ihrom ma'mum sesudah takbiratul ihrom dari imam.

(Fasal Enam)

Syarat-syarat sah membaca surat al-Fatihah ada sepuluh, yaitu:

1. Tertib (yaitu membaca surat al-Fatihah sesuai urutan ayatnya).
2. Muwalat (yaitu membaca surat al-Fatihah dengan tanpa terputus).
3. Memperhatikan makhroj huruf (tempat keluar huruf) serta tempat-tempat tasydid.
4. Tidak lama terputus antara ayat-ayat al-Fatihah ataupun terputus sebentar dengan niat memutuskan bacaan.
5. Membaca semua ayat al-Fatihah.
6. Basmalah termasuk ayat dari al-fatihah.
7. Tidak menggunakan lahan (lagu) yang dapat merubah makna.
8. Memabaca surat al-Fatihah dalam keaadaan berdiri ketika sholat fardhu.
9. Mendengar surat al-Fatihah yang dibaca.
10. Tidak terhalang oleh dzikir yang lain.

(Fasal Tujuh)

Tempat-tempat tasydid dalam surah al-fatihah ada empat belas, yaitu:

1. Tasydid huruf "Lam" jalalah pada lafal (الله ).
2. Tasydid huruf "Ra'" pada lafal (( الرّحمن .
3. Tasydid huruf "Ra'" pada lapal ( الرّحيم).
4. Tasydid "Lam" jalalah pada lafal ( الحمد لله).
5. Tasydid huruf "Ba'" pada kalimat (ربّ العالمين ).
6. Tasydid huruf "Ra'" pada lafal (الرّحمن ).
7. Tasydid huruf "Ra'" pada lafal ( الرّحيم).
8. Tasydid huruf "Dal" pada lafal (الدّين ).
9. Tasydid huruf "Ya'" pada kalimat إيّاك نعبد) ).
10. Tasydid huruf "Ya" pada kalimat (وإيّاك نستعين ).
11. Tasydid huruf "Shad" pada kalimat ( اهدنا الصّراط المستقيم).
12. Tasydid huruf "Lam" pada kalimat (صراط الّذين ).
13. Tasydid "Dhad" pada kalimat (ولا الضالين).
14. Tasydid huruf "Lam" pada kalimat (ولا الضالين).
(Fasal Delapan)

Tempat disunatkan mengangkat tangan ketika shalat ada empat, yaitu:

1. Ketika takbiratul ihram.
2. Ketika Ruku'.
3. Ketika bangkit dari Ruku' (I'tidal).
4. Ketika bangkit dari tashahud awal.

(Fasal Sembilan)

Syarat sah sujud ada tujuh, yaitu:

1. Sujud dengan tujuh anggota.
2. Dahi terbuka (jangan ada yang menutupi dahi).
3. Menekan sekedar berat kepala.
4. Tidak ada maksud lain kecuali sujud.
5. Tidak sujud ketempat yang bergerak jika ia bergerak.
6. Meninggikan bagian punggung dan merendahkan bagian kepala.
7. Thuma'ninah pada sujud.
Penutup: Ketika seseorang sujud anggota tubuh yang wajib di letakkan di tempat sujud ada tujuh, yaitu:
1. Dahi.
2. Bagian dalam dari telapak tangan kanan.
3. Bagian dalam dari telapak tangan kiri.
4. Lutut kaki yang kanan.
5. Lutut kaki yang kiri.
6. Bagian dalam jari-jari kanan.
7. Bagian dalam jari-jari kiri.

(Fasal Sepuluh)

Dalam kalimat tasyahud terdapat dua puluh satu harakah (baris) tasydid, enam belas di antaranya terletak di kalimat tasyahud yang wajib di baca, dan lima yang tersisa dalam kalimat yang menyempurnakan tasyahud (yang sunah dibaca), yaitu:

1. "Attahiyyat": harakah tasydid terletak di huruf "Ta'".
2. "Attahiyyat": harakah tasydid terletak di huruf "Ya'".
3. "Almubarakatusshalawat": harakah tasydid di huruf "Shad".
4. "Atthayyibaat": harakah tasydid di huruf "Tha'".
5. "Atthayyibaat": harakah tasydid di huruf "ya'".
6. "Lillaah": harakah tasydid di "Lam" jalalah.
7. "Assalaam": di huruf "Sin".
8. "A'laika ayyuhannabiyyu": di huruf "Ya'".
9. "A'laika ayyuhannabiyyu": di huruf "Nun".
10. "A'laika ayyuhannabiyyu": di huruf "Ya'".
11. "Warohmatullaah": di "Lam" jalalah.
12. "Wabarakatuh, assalaam": di huruf "Sin".
13. "Alainaa wa'alaa I'baadillah": di "Lam" jalalah.
14. "Asshalihiin": di huruf shad.
15. "Asyhaduallaa": di "Lam alif".
16. "Ilaha Illallaah": di "Lam alif".
17. "Illallaah": di "Lam" jalalah.
18. "Waasyhaduanna": di huruf "Nun".
19. "Muhammadarrasulullaah": di huruf "Mim".
20. "Muhammadarrasulullaah": di huruf "Ra'".
21. "Muhammadarrasulullaah": di huruf "Lam" jalalah.

(Fasal Sebelas)

Sekurang-kurang kalimat shalawat nabi yang memenuhi standar kewajiban di tasyahud akhir adalah Allaahumma shalli a'laa Muhammad.
(Adapun).harakat tasydid yang ada di kalimat shalawat nabi tersebut ada di huruf "Lam" dan "Mim" di lafal "Allahumma". Dan di huruf "Lam" di lafal "Shalli". Dan di huruf "Mim" di Muhammad.

(Fasal Dua Belas)

Sekurang-kurang salam yang memenuhi standar kewajiban di tasyahud akhir adalah Assalaamu'alaikum. Adpun Harakat tasydid yang ada di kalimat tersebut terletak di huruf "Sin".

(Fasal Tiga Belas)

Waktu waktu shalat.
1. Waktu shalat dzuhur:
Dimulai dari tergelincirnya matahari dari tengah-tengah langit kearah barat dan berakhir ketika bayangan suatu benda menyamai ukuran panjangnya dengan benda tersebut.
2. Waktu salat Ashar:
Dimulai ketika bayangan dari suatu benda melebihi ukuran panjang dari benda tersebut dan berakhir ketika matahari terbenam.
3. Waktu shalat Magrib:
Berawal ketika matahari terbenam dan berakhir dengan hilangnya sinar merah yang muncul setelah matahari terbenam.
4. Waktu shalat Isya
Diawali dengan hilangnya sinar merah yang muncul setelah matahari terbenam dan berakhir dengan terbitnya fajar shadiq. Yang di maksud dengan Fajar shadiq adalah sinar yang membentang dari arah timur membentuk garis horizontal dari selatan ke utara.
5 Waktu shalat Shubuh:
Di mulai dari timbulnya fajar shadiq dan berakhir dengan terbitnya matahari.

Warna sinar matahari yang muncul setelah matahari terbenam ada tiga, yaitu:
Sinar merah, kuning dan putih. Sinar merah muncul ketika magrib sedangkan sinar kuning dan putih muncul di waktu Isya.
Disunnahkan untuk menunda atau mangakhirkan shalat Isya sampai hilangnya sinar kuning dan putih.

(Fasal Empat Belas)

Shalat itu haram manakala tidak ada mempunyai sebab terdahulu atau sebab yang bersamaan (maksudnya tanpa ada sebab sama sekaliseperti sunat mutlaq) dalam beberapa waktu, yaitu:
1. Ketika terbit matahari sampai naik sekira-kira sama dengan ukuran tongkat atau tombak.
2. Ketika matahari berada tepat ditengah tengah langit sampai bergeser kecuali hari Jum'at.
3. Ketika matahari kemerah-merahan sampai tenggelam.
4. Sesudah shalat Shubuh sampai terbit matahari.
5. Sesudah shalat Asar sampai matahari terbenam.

(Fasal Lima Belas)

Tempat saktah (berhenti dari membaca) pada waktu shalat ada enam tempat, yaitu:

1. Antara takbiratul ihram dan do'a iftitah (doa pembuka sesudah takbiratul ihram).
2. Antara doa iftitah dan ta'awudz (mengucapkan perlindungan dengan Allah SWT dari setan yang terkutuk).
3. Antara ta'awudz dan membaca fatihah.
4. Antara akhir fatihah dan ta'min (mengucapkan amin).
5. Antara ta'min dan membaca surat (qur'an).
6. Antara membaca surat dan ruku'.
Semua tersebut dengan kadar tasbih (bacaan subhanallah), kecuali antara ta'min dan membaca surat, disunahkan bagi imam memanjangkan saktah dengan kadar membaca fatihah.

(Fasal Enam Belas)

Rukun-rukun yang diwajibkan didalamnya tuma'ninah ada empat, yaitu:

1. Ketika ruku'.
2. Ketika i'tidal.
3. Ketika sujud.
4. Ketika duduk antara dua sujud.
Tuma'ninah adalah diam sesudah gerakan sebelumnya, sekira-kira semua anggota badan tetap (tidak bergerak) dengan kadar tasbih (membaca subhanallah).

(Fasal Tujuh Belas)

Sebab sujud sahwi ada empat, yaitu:

1. Meninggalkan sebagian dari ab'adhus shalat (pekerjaan sunnah dalam shalat yang buruk jika seseorang meniggalkannya).
2. Mengerjakan sesuatu yang membatalkan (padahal ia lupa), jika dikerjakan dengan sengaja dan tidak membatalkan jika ia lupa.
3. Memindahkan rukun qauli (yang diucapkan) kebukan tempatnya.
4. Mengerjakan rukun Fi'li (yang diperbuat) dengan kemungkinan kelebihan.

(Fasal Delapan Belas)

Ab'adusshalah ada enam, yaitu:

1. Tasyahud awal
2. Duduk tasyahud awal.
3. Shalawat untuk nabi Muhammad SAW ketika tasyahud awal.
4. Shalawat untuk keluarga nabi ketika tasyahud akhir.
5. Do'a qunut.
6. Berdiri untuk do'a qunut.
7. Shalawat dan Salam untuk nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat ketika do'a qunut.

(Fasal Sembilan Belas)

Perkara yang membatalkan shalat ada empat belas, yaitu:

1. Berhadats (seperti kencing dan buang air besar).
2. Terkena najis, jika tidak dihilangkan seketika, tanpa dipegang atau diangkat (dengan tangan atau selainnya).
3. Terbuka aurat, jika tidak dihilangkan seketikas.
4. Mengucapkan dua huruf atau satu huruf yang dapat difaham.
5. Mengerjakan sesuatu yang membatalkan puasa dengn sengaja.
6. Makan yang banyak sekalipun lupa.
7. Bergerak dengan tiga gerakan berturut-turut sekalipun lupa.
8. Melompat yang luas.
9. Memukul yang keras.
10. Menambah rukun fi'li dengan sengaja.
11. Mendahului imam dengan dua rukun fi'li dengan sengaja.
12. Terlambat denga dua rukun fi'li tanpa udzur.
13. Niat yang membatalkan shalat.
14. Mensyaratkan berhenti shalat dengan sesuatu dan ragu dalam memberhentikannya.

(Fasal Dua Puluh)

Diwajibkan bagi seorang imam berniat menjadi imam terdapat dalam empat shalat, yaitu:

1- Menjadi Imam juma`t
2- Menjadi imam dalam shalat i`aadah (mengulangi shalat).
3- Menjadi imam shalat nazar berjama`ah
4- Menjadi imam shalat jamak taqdim sebab hujan
(Fasal Dua Puluh Satu)

Syarat – Syarat ma`mum mengikut imam ada sebelas perkara, yaitu:

1- Tidak mengetahui batal nya shalat imam dengan sebab hadats atau yang lain nya.
2- Tidak meyakinkan bahwa imam wajib mengqadha` shalat tersebut.
3- Seorang imam tidak menjadi ma`mum .
4- Seorang imam tidak ummi (harus baik bacaanya).
5- Ma`mum tidak melebihi tempat berdiri imam.
6- Harus mengetahui gerak gerik perpindahan perbuatan shalat imam.
7- Berada dalam satu masjid (tempat) atau berada dalam jarak kurang lebih tiga ratus hasta.
8- Ma`mum berniat mengikut imam atau niat jama`ah.
9- Shalat imam dan ma`mum harus sama cara dan kaifiyatnya
10- Ma`mum tidak menyelahi imam dalam perbuata sunnah yang sangat berlainan atau berbeda sekali.
11- Ma`mum harus mengikuti perbuatan imam.
(Fasal Dua Puluh Dua)

Ada lima golongan orang–orang yang sah dalam berjamaah, yaitu:

1- Laki –laki mengikut laki – laki.
2- Perempuan mengikut laki – laki.
3- Banci mengikut laki – laki.
4- Perempuan mengikut banci.
5- Perempuan mengikut perempuan.
(Fasal Dua Puluh Tiga)

Ada empat golongan orang – orang yang tidak sah dalam berjamaah, yaitu:

1- Laki – laki mengikut perempuan.
2- Laki – laki mengikut banci.
3- Banci mengikut perempuan.
4- Banci mengikut banci.
(Fasal Dua Puluh Empat)

Ada empat, syarat sah jamak taqdim (mengabung dua shalat diwaktu yang pertama), yaitu:
1- Di mulai dari shalat yang pertama.
2- Niat jamak (mengumpulkan dua shalat sekali gus).
3- Berturut – turut.
4- Udzurnya terus menerus.
(Fasal Dua Puluh Lima)

Ada dua syarat jamak takhir, yaitu:

1- Niat ta'khir (pada waktu shalat pertama walaupun masih tersisa waktunya sekedar lamanya waktu mengerjakan shalat tersebut).
2- Udzurnya terus menerus sampai selesai waktu shalat kedua.
(Fasal Dua Puluh Enam)

Ada tujuh syarat qasar, yaitu:

1- Jauh perjalanan dengan dua marhalah atau lebih (80,640 km atau perjalanan sehari semalam).
2- Perjalanan yang di lakukan adalah safar mubah (bukan perlayaran yang didasari niat mengerja maksiat ).
3- Mengetahui hukum kebolehan qasar.
4- Niat qasar ketika takbiratul `ihram.
5- Shalat yang di qasar adalah shalat ruba`iyah (tidak kurang dari empat rak`aat).
6- Perjalanan terus menerus sampai selesai shalat tersebut.
7- Tidak mengikuti dengan orang yang itmam (shalat yang tidak di qasar) dalam sebagian shalat nya.
(Fasal Dua Puluh Tujuh)

Syarat sah shalat Jum’at ada enam, yaitu:

1. Khutbah dan shalat Jum’at dilaksanakan pada waktu Dzuhur.
2. Kegiatan Jum’at tersebut dilakukan dalam batas desa.
3. Dilaksanakan secara berjamaah.
4. Jamaah Jum’at minimal berjumlah empat puluh (40) laki-laki merdeka, balig dan penduduk asli daerah tersebut.
5. Dilaksanakan secara tertib, yaitu dengan khutbah terlebih dahulu, disusul dengan shalat Jum’at.

(Fasal Dua Puluh Delapan)

Rukun khutbah Jum’at ada lima, yaitu:

1. Mengucapkan "الحمد لله" dalam dua khutbah tersebut.
2. Bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW dalam dua khutbah tersebut.
3. Berwasiat ketaqwaan kepada jamaah Jum’at dalam dua khutbah Jum’at tersebut.
4. Membaca ayat al-qur’an dalam salah satu khutbah.
5. Mendo’akan seluruh umat muslim pada akhir khutbah.

(Fasal Dua Puluh Sembilan)

Syarat sah khutbah jum’at ada sepuluh, yaitu:

1. Bersih dari hadats kecil (seperti kencing) dan besar seperti junub.
2. Pakaian, badan dan tempat bersih dari segala najis.
3. Menutup aurat.
4. Khutbah disampaikan dengan berdiri bagi yang mampu.
5. Kedua khutbah dipisahkan dengan duduk ringan seperti tuma’ninah dalam shalat ditambah beberapa detik.
6. Kedua khutbah dilaksanakan dengan berurutan (tidak diselangi dengan kegiatan yang lain, kecuali duduk).
7. Khutbah dan sholat Jum’at dilaksanakan secara berurutan.
8. Kedua khutbah disampaikan dengan bahasa Arab.
9. Khutbah Jum’at didengarkan oleh 40 laki-laki merdeka, balig serta penduduk asli daerah tersebut.
10. Khutbah Jum’at dilaksanakan dalam waktu Dzuhur.

(BAB IV)
"jenazah"

(Fasal Satu)

pertama: Kewajiban muslim terhadap saudaranya yang meninggal dunia ada empat perkara, yaitu:
1. Memandikan.
2. Mengkafani.
3. Menshalatkan (sholat jenazah).
4. Memakamkan .
(Fasal Kedua)

Cara memandikan seorang muslim yang meninggal dunia:
Minimal (paling sedikit): membasahi seluruh badannya dengan air dan bisa disempurnakan dengan membasuh qubul dan duburnya, membersihkan hidungnya dari kotoran, mewudhukannya, memandikannya sambil diurut/digosok dengan air daun sidr dan menyiramnya tiga (3) kali.

(Fasal Ketiga)

Cara mengkafan:
Minimal: dengan sehelai kain yang menutupi seluruh badan. Adapun cara yang sempurna bagi laki-laki: menutup seluruh badannya dengan tiga helai kain, sedangkan untuk wanita yaitu dengan baju, khimar (penutup kepala), sarung dan 2 helai kain.

(Fasal Keempat)

Rukun shalat jenazah ada tujuh (7), yaitu:

1. Niat.
2. Empat kali takbir.
3. Berdiri bagi orang yang mampu.
4. Membaca Surat Al-Fatihah.
5. Membaca shalawat atas Nabi SAW sesudah takbir yang kedua.
6. Do’a untuk si mayat sesudah takbir yang ketiga.
7. Salam.



(Fasal Kelima)

Sekurang-kurang menanam (mengubur) mayat adalah dalam lubang yang menutup bau mayat dan menjaganya dari binatang buas. Yang lebih sempurna adalah setinggi orang dan luasnya, serta diletakkan pipinya di atas tanah. Dan wajib menghadapkannya ke arah qiblat.

(Fasal Keenam)

Mayat boleh digali kembali, karena ada salah satu dari empat perkara, yaitu:

1. Untuk dimandikan apabila belum berubah bentuk.
2. Untuk menghadapkannya ke arah qiblat.
3. Untuk mengambil harta yang tertanam bersama mayat.
4. Wanita yang janinnya tertanam bersamanya dan ada kemungkinan janin tersebut masih hidup.

(Fasal Ketujuh)

Hukum isti’anah (minta bantuan orang lain dalam bersuci) ada empat (4) perkara, yaitu:

1. Boleh.
2. Khilaf Aula.
3. Makruh
4. Wajib.
 Boleh (mubah) meminta untuk mendekatkan air.
 Khilaf aula meminta menuangkan air atas orang yang berwudlu.
 Makruh meminta menuangkan air bagi orang yang membasuh anggota-anggota (wudhu) nya.
 Wajib meminta menuangkan air bagi orang yang sakit ketika ia lemah (tidak mampu untuk melakukannya sendiri).


(BAB V)
"zakat"

(Fasal Satu)

Harta yang wajib di keluarkan zakatnya ada enam macam, yaitu:

1. Binatang ternak.
2. Emas dan perak.
3. Biji-bijian (yang menjadi makanan pokok).
4. Harta perniagaan. Zakatnya yang wajib di keluarkan adalah 4/10 dari harta tersebut.
5. Harta yang tertkubur.
6. Hasil tambang.



(BAB VI)
"Puasa"

(Fasal Satu)

Puasa Ramadhan diwajibkan dengan salah satu ketentuan-ketentuan berikut ini:

1. Dengan mencukupkan bulan sya’ban 30 hari.
2. Dengan melihat bulan, bagi yang melihatnya sendiri.
3. Dengan melihat bulan yang disaksikan oleh seorang yang adil di muka hakim.
4. Dengan Kabar dari seseorang yang adil riwayatnya juga dipercaya kebenarannya, baik yang mendengar kabar tersebut membenarkan ataupun tidak, atau tidak dipercaya akan tetapi orang yang mendengar membenarkannya.
5. Dengan beijtihad masuknya bulan Ramadhan bagi orang yang meragukan dengan hal tersebut.
(Fasal Kedua)

Syarat sah puasa ramadhan ada empat (4) perkara, yaitu:

1. Islam.
2. Berakal.
3. Suci dari seumpama darah haidh.
4. Dalam waktu yang diperbolehkan untuk berpuasa.
(Fasal Ketiga)

Syarat wajib puasa ramadhan ada lima perkara, yaitu:

1. Islam.
2. Taklif (dibebankan untuk berpuasa).
3. Kuat berpuasa.
4. Sehat.
5. Iqamah (tidak bepergian).

(Fasal Keempat)

Rukun puasa ramadhan ada tiga perkara, yaitu:

1. Niat pada malamnya, yaitu setiap malam selama bulan Ramadhan.
2. Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa ketika masih dalam keadaan ingat, bisa memilih (tidak ada paksaan) dan tidak bodoh yang ma’zur (dima’afkan).
3. Orang yang berpuasa.




(Fasal Kelima)

Diwajibkan: mengqhadha puasa, kafarat besar dan teguran terhadap orang yang membatalkan puasanya di bulan Ramadhan satu hari penuh dengan sebab menjima' lagi berdosa sebabnya .
Dan wajib serta qhadha: menahan makan dan minum ketika batal puasanya pada enam tempat:
1. Dalam bulan Ramadhan bukan selainnya, terhadap orang yang sengaja membatalkannya.
2. Terhadap orang yang meninggalkan niat pada malam hari untuk puasa yang Fardhu.
3. Terhadap orang yang bersahur karena menyangka masih malam, kemudian diketahui bahwa Fajar telah terbit.
4. Terhadap orang yang berbuka karena menduga Matahari sudah tenggelam, kemudian diketahui bahwa Matahari belum tenggelam.
5. Terhadap orang yang meyakini bahwa hari tersebut akhir Sya'ban tanggal tigapuluh, kemudian diketahui bahwa awal Ramadhan telah tiba.
6. Terhadap orang yang terlanjur meminum air dari kumur-kumur atau dari air yang dimasukkan ke hidung.

(Fasal Keenam)

Batal puasa seseorang dengan beberapa macam, yaitu:
- Sebab-sebab murtad.
- Haidh.
- Nifas.
- Melahirkan.
- Gila sekalipun sebentar.
- Pingsan dan mabuk yang sengaja jika terjadi yang tersebut di siang hari pada umumnya.

(Fasal Ketujuh)

Membatalkan puasa di siang Ramadhan terbagi empat macam, yaitu:

1. Diwajibkan, sebagaimana terhadap wanita yang haid atau nifas.
2. Diharuskan, sebagaimana orang yang berlayar dan orang yang sakit.
3. Tidak diwajibkan, tidak diharuskan, sebagaimana orang yang gila.
4. Diharamkan (ditegah), sebagaimana orang yang menunda qhadha Ramadhan, padahal mungkin dikerjakan sampai waktu qhadha tersebut tidak mencukupi.

Kemudian terbagi orang-orang yang telah batal puasanya kepada empat bagian, yaitu:

1. Orang yang diwajibkan qhadha dan fidyah, seperti perempuan yang membatalkan puasanya karena takut terhadap orang lain saperti bayinya. Dan seperti orang yang menunda qhadha puasanya sampai tiba Ramadhan berikutnya.
2. Orang yang diwajibkan mengqhadha tanpa membayar fidyah, seperti orang yang pingsan.
3. Orang yang diwajibkan terhadapnya fidyah tanpa mengqhadha, seperti orang yang sangat tua yang tidak kuasa.
4. Orang yang tidak diwajibkan mengqhadha dan membayar fidyah, seperti orang gila yang tidak disengaja.

(Fasal Kedelapan)

Perkara-perkara yang tidak membatalkan puasa sesudah sampai ke rongga mulut ada tujuh macam, yaitu:
1. Ketika kemasukan sesuatu seperti makanan ke rongga mulut denga lupa
2. Atau tidak tahu hukumnya .
3. Atau dipaksa orang lain.
4. Ketika kemasukan sesuatu ke dalam rongga mulut, sebab air liur yang mengalir diantara gigi-giginya, sedangkan ia tidak mungkin mengeluarkannya.
5. Ketika kemasukan debu jalanan ke dalam rongga mulut.
6. Ketika kemasukan sesuatu dari ayakan tepung ke dalam rongga mulut.
7. Ketika kemasukan lalat yang sedang terbang ke dalam rongga mulut.

Tamat… Wa Allah a'lam bishawab

Kemudian kami akhiri dengan meminta kepada Tuhan Yang Karim , dengan berkah beginda kita Nabi Muhammad SAW yang wasim , supaya mengakhiri hidupku dengan memeluk agama Islam, juga orang tuaku, orang yang aku sayangi dan semua keturunanku. Dan mudah-mudahan ia mengampuniku serta mereka segala kesalahan dan dosa.
Semoga rahmat Tuhan selalu tercurah keharibaan junjungan kita Nabi Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muttalib bin Abdi Manaf bin Hasyim yang menjadi utusan Tuhan kepada sekalian makhluk rasulul malahim , kekasih Tuhan yang membuka pintu rahmat, menutup pintu kenabian, serta keluarga dan sahabat sekalian, walhamdu lillahi rabbil a'lamin.

(Terjemah anak-anak Raudhatul Banjariyin (IPK_Y), 2007-2008).

Alhabib Umar bin Alwi al Kaff

MANAQIB HABIB UMAR BIN ALWI AL KAFF
Penulis
M. Nuruddin
Editor
A. Makki Lazuardi
Setting Lay out
M. Ufi Ishbar Naufal
Diterbitkan oleh:
Roudlotul Banjariyyin
Al Ahqaf Univercity
















Daftar isi
Muqaddimah …………………………. 4
Nasab dan Kelahiran ……………….. 8
Guru-gurunya ……………………….. 13
Akhlak dan Hidup Bermasyarakat.. 23
Karya-Karyanya …………………….. 28
Murid-Muridnya ……………………… 29
Karamahnya …………………………. 32
Wafatnya …………………………….. 34
Biografi Penulis …………………….. 37
Catatan ……………………………….. 38

Muqaddimah
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف المرسلين سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين وتابعيهم باحسان الى يوم الدين.أما بعد:
Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kita segala rahmat-Nya sehingga kita dapat merasakan ni'matnya iman, islam dan ihsan. Dan hanya dengan berkat pertolongan Allah swt saya dapat menyusun sebuah biografi salah seorang ulama yang asal Tarim Hadramaut pada abad ke 14 H, yaitu Habib Umar bin Alwi bin Abi Bakar Al-Kaff yang bergelar "Sibawaihi pada zamannya ", biografi ini saya kutip dari berbagai sumber, besar harapan saya semoga dapat berguna bagi saya pribadi dan pembaca sekalian.
Diantara hikmah ulama mengatakan : "Barangsiapa menulis manaqib atau biografi seorang wali karena Allah, maka dia akan beserta wali itu, dan barangsiapa membaca manaqib waliullah didalam kitab-kitab tarikh karena cinta terhadapnya, maka seakan-akan dia menziarahinya, dan barangsiapa menziarahinya diampuni dosanya selama dia tidak menyakiti wali itu dan menyakiti orang muslim yang ditemuinya dijalan".
Dan kata Mufti diyar al-Hadhramiyah Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur (Penulis kitab Bughyah al-Mustarsyidin) : " seorang manusia tidak akan kenal terhadap tuhannya kecuali sete-lah ia mengenal nabinya,dan tidak akan ke-nal ia terhadap nabinya kecuali ia mengenal pendahulunya yang saleh wali Allah".
Salawat dan salam semoga tercurah dan terlimpah kepada nabi besar Muham-mad SAW, karena dengan peninggalan beliau kita dapat mengambil warisan yang berharga melalui pendahulu kita dan guru-guru kita.
Saya ucapkan terimakasih atas ker-jasama teman-teman dalam merealisasikan manaqib ini, dan terimakasih khusus saya ucapkan kepada guru kami yang mulia Al-Habib Idrus bin Umar Al-Kaff yang telah mengijazahkan (memberi ijazah sanad) seluruh kitab karangan ayah beliau kepada kami semoga Allah memanjangkan umur beliau sehingga kita senantiasa mengambil faidah darinya.
Dan saya mohon maaf jika dalam pe-nulisan manaqib ini terdapat kesalahan dan kekeliruan karena itulah sudah batas ke-mampuan saya. Akhirnya hanya kepada ALLAH kita memohon petunjuk, semoga kita dimudahkan jalan menuju kehidupan yang bahagia didunia dan akhirat kelak dan se-moga apa yang saya persembahkan ini ikhlas karena Allah semata. Amien ya Rob-bal 'Alamien.

Hadramaut, 5 Safar 1429 H
Penulis

M. Nuruddin (Aidin) bin Nurani al-Banjari
Santri "IBNUL AMIN" Pamangkih
AL-ALLAMAH AL-HABIB UMAR BIN ALAWI BIN ABI BAKAR AL-KAFF
(Sibawaihi Zamannya)

Nasab dan Kelahiran beliau
Nasab beliau as-Sayyid al-Imam al-Allamah al-Habib Umar bin Alwi bin Abi bakar bin Ahmad bin Abdurrahman bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad (al-Kaff) bin Muhammad bin Ahmad bin Abu bakar bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muham-mad (Shahib al-Mirbath) bin Ali (Khali' al-Qasam) bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir bin Muhammad bin al-imam Ali al-'Uraidhi bin Ja'far Asshadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal 'Abidin bin Husain as-Sibth bin Ali bin Abi Thalib dan Sayyidatina Fatimah az-Zahra binti Rasulullah Muhammad SAW.
Beliau dilahirkan di kota Tarim al-Ganna' pada tanggal 8 Rabi'ul awwal 1325 H, dari orang tua yang mulia yang bernama Habib Alwi bin Abu bakar bin Ahmad al-Kaff dan Syarifah Alawiyah binti Ahmad bin Alwi as-Sari.
Pada masa kecilnya beliau ditinggal ayahnya berimigrasi ke wilayah Asia, dan pada masa kanak-kanak beliau ditinggalkan oleh ibunya yang tercinta pergi untuk sela-manya, sehingga beliau pertama kalinya dididik dan dibesarkan dibawah asuhan kakek beliau ayah dari ibu yaitu seorang wali yang saleh Habib Ahmad bin Alwi as-Sari (yang menurut keterangan dari kaum shalihin Habib Ahmad as-Sari ini memiliki hal ihwalnya al-Faqih al-Muqaddam). Beliau selalu mengarahkan cucunya untuk belajar mengambil manfaat ilmu dari para guru dan ulama yang saleh di Tarim dan sekitarnya, juga selalu memperhatikan dan membimb-ing dengan penuh kasih sayang, sehingga beliau ini sangat berkesan dikehidupan cu-cunya, oleh sebab itu tidak diragukan lagi beliau adalah " Syekh al-Fath " cucunya ini. Diriwayatkan :

لولا المُربِّي ماعرفتُ ربِّي
" jika seandainya tidak ada murabbi (pembimbing) maka aku tidak akan kenal tuhanku "
Jalan pendidikan sayyid Umar ini dimulai dari belajar al -Qur'an, membaca dan menulis di salah satu madrasah favorit dikota tarim yaitu "Madrasah 'Ulmah Bagharib" kemudian pindah ke madrasah "Jam'iyatul Haq" (yang dirintis tahun 1334 H), madrasah ini mempunyai metode atau kurikulum pelajaran yang sangat padat dalam konsentrasi keilmuan islam dan ba-hasa melebihi madrasah lain.
Sebagai ekstrakurikuler, ia berpin-dah-pindah antara Rubath dan Zawaya dalam rangka mempelajari berbagai ilmu yang berbeda dari para ulama dan pakar terkemuka. Dan demi sebuah penguasaan disipilin ilmu ia tidak jarang berusaha untuk betul-betul Tahqiq dalam suatu pemba-hasan.
Di masa-masa dahaga akan ilmu hampir seluruh waktunya hanya digunakan untuk ilmu, bergadang adalah suatu rutinitas kesehariannya guna mengulang dan mem-pelajari kitab. Disamping selalu berdiskusi dengan para ulama, sampai akhirnya beliau mahir dalam berbagai disiplin ilmu pengeta-huan seperti Nahwu (Gramatikal Arab), Sharaf, Balaghah, Fiqh, Tafsir, Tarikh, ilmu Nasab sehingga melebihi teman-temannya.


Guru-gurunya
Guru beliau dapat dikatagorikan ban-yak, sebab sejak masa kecilnya sudah bela-jar dengan ulama kaliber Tarim, juga den-gan para ulama dari berbagai penjuru yang datang ke Tarim untuk ziarah.
Diantara guru-guru beliau:
• Al-Habib Al-Allamah Ahmad bin Alwi as-Sari.
• Al-Habib Al-Allamah Abu Bakar bin Muhammad bin Ahmad as-Sari Jamalullail.
• Syekhul Islam Al-Habib Al-Allamah Abdullah bin Umar bin Ahmad as-Syatiri.
• Al-Habib Al-Allamah Ahmad bin Umar bin Awad as-Syatiri.
• Al-Habib Al-Allamah Alwi bin Abdullah bin Syihab.
• Al-Habib Al-Allamah Alwi bin Abdurrahman al-Masyhur.
• Al-Habib Al-Allamah Ali bin Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur.
• Al-Habib Al-Allamah Abdullah bin Idrus Al-Aydrus.
• Al-Habib Al-Allamah Abdul bari bin syekh Al-Aydrus.
• Al-Habib Al-Allamah Salim bin Hafidz bin Syekh Abi Bakar.
• As-Syekh Al-Allamah Abi Bakar bin Ahmad al-Khatib.
• As-Syekh Al-Allamah Muhammad bin Ahmad al-Khatib.
• As-Syekh Al-Allamah Taufiq Faraj Aman.
Beliau juga mempunyai guru-guru tabarruk (ambil berkah) diantaranya :
• Al-Habib Al-Allamah Ali bin Mu-hammad al-Habsyi ( shahib sim-thuddurrar ).
• Al-Habib Al-Allamah Ahmad bin Hasan al-Attas.
• Al-Habib Al-Allamah Muhammad bin Hadi as-Seqqaf.
• Al-Habib Al-Allamah Ahmad bin Abdurrahman as-Seqqaf.
• Al-Habib Al-Allamah Abdurrahman bin Ubaidillah as-Seqqaf dan lain-lain.
Sedangkan karirnya sebagai guru di Rubath Tarim di tahun 1340 H setelah Shubuh dan Maghrib, dan tiap pagi di ma-drasah al-Kaff sampai madrasah ini diga-bung dengan madrasah al-Ukhuwah Wal Mu'awanah.
Beliau juga memimpin pelajaran di kubah keluarga besar Abdullah bin Syekh al-Aydrus pada tahun 1376 H dalam fan nahwu, fiqih dan tafsir sampai wafat beliau.
Di tengah kesibukan mengajar antara rubath dan madrasah, rumahnya juga selalu terbuka untuk para pelajar, sehingga seluruh waktu digunakannya untuk ilmu dan menga-jar dari fajar sampai malam.
Gregetnya yang luar biasa untuk menyebarkan ilmu sehingga tak ayal waktu bepergian pun digunakan untuk mengajar. Tepatnya waktu beliau pergi untuk melaksanakan ibadah haji pada tahun 1415 H (haji yang kedua kalinya), Sayyid Abdul Qadir bin Salim bin Alwi al-Khirid meminta waktunya untuk mengajarkan sebagian pelajaran nahwu dan fiqih kepada anak dan para muridnya, juga para pelajar yang ada di Jeddah, maka dengan senang hati beliau kabulkan permintaan tersebut tanpa ragu-ragu. Dan mereka berdatangan pada waktu pagi ke kediaman beliau, demikian itu ber-langsung selama tiga bulan lebih, sehingga banyaklah yang mereka ambil dari beliau baik ilmu maupun adab.
Mereka yang belajar kepada beliau di Saudi arabia ini sangat banyak, kalangan ulama Makkah lebih khusus kalangan imi-gran Hadhramaut dan Jeddah yang berdom-isili disana, diantara mereka adalah menan-tunya yang juga putra dari gurunya yaitu As-Sayyid Al-Allamah Muhammad bin Ahmad as-Syatiri (pengarang Syarh Yaqut an-Nafis), Al-Imam Al-Allamah Ahmad bin Masyhur al-Haddad dan Imamnya ulama khalaf pengganti ulama salaf Al-Habib Ab-dul Qadir bin Ahmad as-Seqqaf.
Pada suatu acara kumpulan ulama di Jeddah, para pemuka dan pemudanya di-mana dalam acara itu hadir Al-Habib umar al-Kaff ini, Habib Abu Bakar Aththas bin Abdullah al-Habsyi berkata : '' Wahai para pemuda (pelajar)….bahwasanya ulama salafushalih yang ada di Tarim telah mengutus sebagian dari mereka yaitu Al-Habib Umar bin Alwi…kepada kalian supaya dapat menikmati dengan memandangnya bagi mereka yang tidak pernah pergi ke Hadramaut, pandanglah beliau dan beliau akan memandang kalian agar terjalin hubungan dengannya, sungguh ulama salaf telah mengirimnya untuk hal yang penting ini bukan karena untuk haji sebab beliau sudah haji pada tahun yang lewat ".
Ketika beliau berada di Jeddah ini juga datang ziarah ke kediaman beliau, Al-Allamah Habib Prof.DR Muhammad bin Alwi al-Maliki al-Hasani membaca kitab dihada-pan beliau juga mengijazahinya.
Cara beliau dalam menyampaikan pe-lajaran sangat menyenangkan hati dan menarik jiwa pendengarnya, memberikan penjelasan dengan ayat-ayat al-Qur'an dan hadits-hadits nabawi serta dengan bait-bait sya'ir disamping itu juga diselingi dengan ilmu yang langka dan kisah-kisah yang berkesan. Kepiawaian dalam mentransfer maklumat kepada hati para pendengarnya, ini bisa dilihat ketika beliau menerangkan "Alfiah ibn malik" dalam ilmu nahwu terlihat beliau asyik tenggelam dalam menerang-kannya hampir-hampir menetes air liur beliau karena sangat asyiknya menerang-kan kitab tersebut, beliau berbicara (menga-jar) beberapa jam lamanya tanpa meman-dang kitab, kiranya tidak ada yang men-yainginya dibidang ilmu ini, tidak heran bila beliau digelari "Sibawaihi" pada masanya.
Sayyid Husain bin Idrus Aided ber-cerita : "Sudah dikenal bahwa guru kami (Habib Umar al-Kaff) menghabiskan seluruh hidupnya untuk menyebarkan ilmu dengan penuh kemurahan sampai wafatnya, seluruh kegiatannya untuk kajian dan diskusi keilmuan, benar-benar beliau telah menun-aikan kewajibannya yang sangat sulit; karena beliau termasuk orang yang ber-kompeten dalam bidang ilmu bahasa Arab (ilmu alat), meski sangat dalam dan sulitnya ilmu itu beliau mampu menguasainya dan menyajikan kepada murid-muridnya sesuai dengan selera sehingga beliau digelari " Sibawahi " zamannya".
Ia telah mempersembahkan sesuatu yang indah dan mahal harganya dalam menjalankan kepentingan ilmu dengan jalan lebih utama, tidak menjadikan ilmu itu seba-gai usaha untuk mencari penghasilan alias sisi materi dunia belaka, bahkan ia menjadi-kan para pelajar sebagai tamu kehormatan di rumahnya dan menyuguhkan kepada mereka beberapa jamuan, sebagai motiva-tor mereka dalam menuntut ilmu, lebih lagi ketika dipadu dengan hikayat-hikayat serta dan diselingi humor, untuk memberi seman-gat kepada mereka, metode ini merupakan metodologi pendidikan yang benar dan te-pat.
Ketika sudah berusia lanjut ia men-gadakan pelajaran nahwu, fiqh dan sejarah di kediamannya pada tiap sore ahad, mayoritas (kebanyakan) ulama, pemuka dan pemuda tarim saat itu ikut serta melahap hidangan intelektual itu.





Akhlak dan Hidup bermasyarakat
Ia dikenal begitu rendah diri, tidak suka pamer dan popularitas, bahkan beliau memandang diri beliau sendiri paling ren-dahnya manusia dalam ilmu dan amal, tidak menyukai perkataan yang sia sia dan berce-loteh. Apabila berkata tidak lain kecuali per-kataan yang berfaedah dan dengan susu-nan kata yang menyenangkan para penden-garnya.
Apabila menegur suatu perbuatan yang jelek maka dengan teguran yang sopan, berbudi dan mendidik. Maksudnya apabila beliau melihat seseorang berbuat sesuatu yang jelek maka beliau tegur (biasanya kalau seorang ayah/guru melihat anak/muridnya berbuat sesuatu kejelekan maka ia akan menegurnya dengan kasih ti-dak dengan kasar), apabila menasehati maka dengan jalan yang meyakinkan, mempunyai sifat yang terpuji serta lisan yang selalu basah dengan zikir baik di rumah ataupun di jalan, sebagaimana dika-takan murid beliau sayyid Husain Idrus Aided : Habib Umar memiliki akhlak yang tinggi, tidak pernah memberi tahu orang yang duduk bersamanya bahwa ia berilmu yang tinggi atau mempunyai kemuliaan yaitu kemuliaan yang menarik perhatian orang disekitarnya dan mengumpulkan pengikut dibelakangnya (biasanya kalau orang itu mulia dan punya pengaruh ia banyak punya pendukung/pengikut), inilah puncak dari-pada kerendahan hati.
Sopan santun dan manisnya per-kataannya juga diakui oleh para pribadi yang nota bene tidak sepaham dengannya, diceritakan oleh putranya yaitu Sayyid Idrus Umar al-Kaff : " Saat aku bersamanya (Habib Umar) dirumahnya tiba-tiba datang salah seorang pegawai pemerintah dan ber-samanya seorang orientalis asal Jerman yang kebetulan seorang sejarawan, bertu-juan ingin meminta keterangan tentang se-jarah hidup komunitas ibadhiyin di Tarim pra perkembangan golongan alawiyin, maka be-liau menjawab dengan jawaban yang ilmiah dan logis, dengan gaya bahasa yang luar biasa dari sisi Nahwu, Sharaf dan Balagah. Sebagaimana beliau juga adalah referensi dalam ilmu sejarah khususnya biografi para ulama salaf bani Alawi dan lainnya".
Walhasil, rendah diri dan kecintaan terhadap penuntut ilmu sekaligus selaku motivator mereka dalam belajar merupakan "warisan" dari keluarga dan salafus shalihnya, tidak heran bila tiap orang yang datang atau duduk bersama beliau menjadi senang. Inilah karakteristiknya yang seyogyanya menjadi cermin teladan bagi generasi sekarang lebih spesifiknya para ulama (jangan hanya karena perbedaan pendapat lalu menjadi ajang perang hina ini bukan ulama sebenarnya, Wallahua'alam)
Sayyid al-Fadhil Abdul Qadir bin Abdurrahman al-Junaid - ketika menyebut-kan biografi guru-gurunya dalam kitabnya "Durr al'Uquud al Jahizah" mengkategorikan Habib Umar al-Kaff ini sebagai guru utama-nya, dalam kajian kitab Minhaj (fiqh) dan Alfiah (nahwu) : Ketika para guru habib Umar wafat, kepemimpinan ulama di Tarim jatuh ke tangannya dan jadilah beliau seba-gai orang yang diutamakan dalam majelis ilmu dan aktifitas relegius (keagamaan) lain-nya.
Adapun kegiatan sosialnya sangat banyak, seperti mendamaikan orang yang berseteru, menikahkan orang, menuliskan wasiat, membagi harta warisan dan mem-bantu melepaskan segala kesusahan umat dsb. Beliau memimpin majelis fatwa di kota Tarim dari tahun 1410 – 1411 H.
Beliau mempunyai jangkauan yang luas dalam silaturrahim, membantu orang yang berhajat, menolong orang yang memohon pertolongan, menjenguk orang yang sakit dan yang lanjut usia, tidak pernah terlambat kalau diundang dalam suatu perkumpulan ataupun acara penting, selalu aktif menghadiri majelis khusus atau umum walaupun usia beliau sudah lanjut, dengan dibantu murid-murid beliau atau ulama Tarim untuk menghadiri tersebut seperti al-Allamah Syekh Fadhl bin Abdurrahman Bafadhal, Sayyid Abdullah bin Muhammad bin Syihab dan Sayyid Ali Masyhur bin Mu-hammad bin Hafizh.

Karya-karyanya
Beliau menguasai berbagai bidang ilmu sebagaimana telah tersebut sehingga banyak pula karangan beliau diantaranya : Khulashat al Khabar, al-Faraid al Jauhariah, Tuhfata al Ahbab, Assharhul Mumarrad Wafakhrul Muabbad, Mawahib al Quddus, al Khabaya Fi az-Zawaya, Irsyad at-Thalib an-Nabiih, Atthib al Anbari, dan Ta'liqat 'Ala Alfiah ibnu Malik.

Murid-muridnya
Muridnya terhitung sangat banyak karena tidak ada dari ulama Tarim yang ti-dak pernah belajar kepadanya, bahkan bu-kan dari Tarim saja yang belajar kepada be-liau, melainkan juga dari berbagai kota di Hadramaut khususnya dan Yaman pada umumnya dan luar Yaman.
Diantara mereka yang termasuk murid mutaqaddimin (terdahulu) adalah:
• Al-Allamah Habib Salim bin Thalib al-'Athas.
• Al-Allamah Habib Muhammad bin Salim bin Hafizh.
• Al-Allamah Habib Muhammad bin Alwi bin Syihab.
• Al-Allamah Habib Salim bin Alwi al-Khirid.
• Al-Allamah Habib Hamid bin Abdul Hadi al-Jailani dan lain-lain.
Diantara murid beliau yang termasuk mutaakhirin (masanya dibelakang dari masa mereka diatas) adalah :
• Habib Abdullah bin Muhammad bin Syihab (sesepuh ulama Tarim).
• Anak beliau sendiri as Sayyid al-Fadhil Idrus bin Umar al-Kaff (Ketua umum administrasi fakultas Syari'ah Univer-sitas al-Ahqaff Tarim).
• Almarhum mufti Tarim Syekh Fadhl bin Abdurrahman Bafadhal (Guru di Rubath dan Dosen fakultas Syari'ah Universitas al-Ahgaff).
• Al-Allamah Habib Prof.DR.Muhammad bin Alwi al-Maliki al-Hasani Makkah.
• Al-Allamah al-Mufti Habib Ali Masyhur bin Muhammad bin Hafizh (Ketua ma-jelis fatwa Tarim sekarang dan pendiri sekaligus pengasuh pesantren Darul Mustafa).
• Habib Umar bin Muhammad bin Hafizh (Dekan Pondok Pesantren Da-rul Mustafa).
• Habib Zein bin Ibrahim bin Smith (Pengasuh Rubath di Madinah Saudi Arabia).
• Habib Salim bin Abdullah bin Umar as-Syatiri (Pengasuh Rubath Tarim).
• Habib Abdul Qadir Jailani bin Salim al-Khirid Jeddah.
• Habib Husain bin Idrus Aided (Dosen fakultas Syari'ah Universitas al-Ahqaff) dan lain-lain.

Karamahnya
Bagi tiap-tiap amaliah dan mujahadah itu ada buahnya, dan buahnya amal adalah istiqamah dan nampaknya karamah. Seba-gaimana dikatakan oleh ulama salaf :
الإستقامة أعظمُ الكرامة
"Istiqamah adalah sepaling besar karamah "
Mereka para ulama seperti Habib Umar bin Alwi al-Kaff ini sejak lahirnya sam-pai wafatnya sudah mencapai tingkatan pendidikan, ilmu, amal dan pergaulan den-gan para ulama yang saleh serta menjauhi kemewahan duniawi.
Karamah atau sesuatu yang tidak se-suai dengan adat kebiasaan manusia bu-kanlah tuntutan juga bukanlah puncak dari amal yang dikerjakan, akan tetapi sebagai tanda kebenaran hubungan mereka dengan tuhannya. Sehingga jika seandainya tidak nampak pada mereka suatu karamah, maka jalan hidup mereka menuju keridhaan Allah yang maha kuasa dengan adab dan akhlak yang baik sudah merupakan kemulian yang besar melebihi karamah.
Dalam manaqib yang singkat ini tidak disebutkan karamahnya, karena tidaklah tu-juan kita dalam menulis manaqib ini untuk memasyhurkan atau memperkenalkan seo-rang wali dengan karamahnya, melainkan untuk memperkenalkan kepada anak cucu kita tentang pemeliharan dasar-dasar syari'at islamiyah dan menekankan tingka-tan edukatif (pengajaran atau pendidikan), sebagaimana yang dijalani oleh mereka karena itulah tujuan dari syari'at Nabi Mu-hammad SAW.

Wafatnya
Pada hari senin 26 Jumadil Awwal 1412 H, beliau berpulang ke rahmatullah dalam keadaan sehat tanpa diawali sakit, karena waktu itu beliau mau bersiap-siap untuk menyambut tamu dalam acara tasmi-yah (pemberian nama) salah satu cucu beliau, maka setelah bersuci, memakai pakaian dan harum-haruman, ruh beliau diambil oleh yang Maha Kuasa dalam keadaan syahadah dan zikir.
Wafatnya beliau merupakan suatu kesedihan yang amat mendalam bagi rakyat Yaman dan umat islam umumnya. Surat dan telegram datang dari berbagai tempat se-bagai ucapan bela sungkawa. Jenazah be-liau dishalatkan di Jabanah yang diimami oleh Habib al-Quthb Abdul Qadir bin Ahmad as-Seqqaf, seluruh masyarakat Tarim ikut menshalatinya dan juga masyarakat seki-tarnya seperti Seiyun, Syibam dan lain-lain. Kemudian jenazah beliau diantar keperisti-rahatan terakhir yaitu maqbarah Zambal (pemakaman para sadah bani Alawi dan para wali) dengan meninggalkan anak dua putra dan empat putri. Sebelumnya dicerita-kan bahwa Habib Abdul Qadir bin Ahmad as-Seqqaf ingin berangkat ke Aden tatkala beliau berada di Seiyun tapi selalu ada ha-langan tidak jadi berangkat, sehingga beliau menerima berita duka wafatnya Habib Umar al Kaff, barulah setelah itu beliau bisa ber-angkat ke Aden untuk kembali ke Jeddah Saudi Arabia setelah menghadiri pemaka-man habib Umar ini.
Kemudian masyarakat Tarim men-gadakan acara tahlilan dan Ta'bin (kenang jasa) terhadap beliau setelah 40 hari dengan besar-besaran.
Sekian sekapur sirih tentang biografi salah seorang ulama Tarim, semoga kita dapat mengambil intisarinya dan bermanfaat untuk kehidupan kita. Amien ya Rabbal 'alamien.
Disarikan dari berbagai sumber.

Biografi penulis
Muhammad Nuruddin (Aidin) bin Nurani bin Darham bin Dupilih bin Dukari.
Dilahirkan di Munjung pada tanggal 9 oktober 1982 bertepatan 13 muharram.
Menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negri (SDN) Munjung pada tahun 1995.
Madrasah Tsanawiyah Darul 'Ulum Batumandi pada tahun 1998.
Madrasah Aliyah Negri (MAN 4) Batumandi pada tahun 2001.
Pondok Pesantren IBNUL AMIN Pamangkih pada tahun 2006.
Sekarang masih aktif belajar di AHGAFF Univer-sity fakultas Syari'ah dan Hukum Tarim Had-ramaut Yaman.
Alamat rumah : Munjung RT 1, No 55 kec: Batu-mandi, kab: Balangan, Kalimantan Selatan Kode pos: 71663
Hp no : +967734077686 Yaman.