Kamis, 22 Januari 2009

Kritis

Kritis ???

"Kamu kudu kritis ame pemikiran org, apalagi dia gak sejalur ame loe" ucapan seperti ini pasti tersebar di kalangan mahasiswa, apalagi diskusan fordif, kajian sufisme, fbm formil dll. Sementara di tempat yang lain banyak yang mengkritik "ach asin banget", "pedes banget", nach kalau yang ini pasti di dapurnya anak-anak Indo-ahgaff. Kembali kepermasalahan, menurut liguistiks (ilmu bahasa) Arab, kritis adalah an-naqd yang berarti an-niqasy (berdebat), pada asalnya an-naqd adalah membedakan Dirham-dirham (perak-perak) dan membuang Dirham yang palsu. Dari sana, kritis dapat membedakan antara yang benar dan salah atau memilih yang rasional dengan mengupas berita atau laporan yang disampaikan seseorang. Dan kritik adalah mendebat untuk mendapatkan berita yang benar. Allah swt telah berfirman "yä ayyuhal ladzïna ämanü in jä'akum fäsiqun binaba'in fatabayyanü", artinya "Wahai orang-orang yang beriman, jika datang seorang yang fasiq dengan suatu berita, maka telitilah berita tsb…", esensi ayat ini menunjukkan bahwa orang beriman harus kritis dengan suatu berita, dan kalau kita flash back ke asbabunnuzul (motiv dari turunnya sebuah ayat Al-Qur'an). Ayat tsb. turun terhadap Walid bin Uqbah. Rasul saw. mengutusnya ke suatu daerah untuk menarik zakat terhadap penduduknya, tapi ketika mendekati daerah tsb. ia (Walid bin Uqbah) malah kembali ke Madinah dan berujar bahwa masyarakat di daerah tsb. telah murtad (keluar dari agama Islam), berita itu sangat mengejutkan baginda Nabi saw. sampai akhirnya ia mengutus Khalid bin Walid untuk menyelidiki penduduk daerah tsb. Pada kenyataannya berita dari Walid bin Uqbah hanya sebuah kebohongan, baginda Nabi saw. bersabda :"Menyelidiki dari Allah swt. dan tergesak-gesak dari setan".
Tentu, Nabi saw. dan para sahabat tidak berkeyakinan bahwa Walid bin Uqbah seorang yang fasiq sebelum kejadian tsb. Dari sana dapat dimengerti, bahwa kritis dianjurkan terhadap semua berita yang dilaporkan dari seseorang yang jujur apalagi pendusta. Tapi tidak semua berita menerima kritikan, seperti masalah aqidah bahwa tidak Tuhan selain allah swt. Dan dalam persfektif penulis, el-Faqier mempunyai dhawabith (standar atau syarat-syarat) agar sebuah kritik masih dalam jalur syariah. Dhawabit tsb. diambil dari ayat- ayat Al-Qur'an sesudah ayat yang el-Faqier paparkan di atas dalam surah al-Hujurät, yaitu:
1. Tidak ada (dalam kritikan tsb.) olok-olok terhadap pembawa berita.
2. Tidak ada celaan terhadap dirinya sendiri dan pembawa berita.
3. Tidak ada panggilan dengan gelar yang buruk.
4. Tidak ada prasangka yang buruk.
5. Tidak berniat mencari kesalahan pembawa berita.
6. Tidak menggunjing (mengupat) orang lain dalam kritikan tsb.

Dengan dhawabith ini suatu kritikan tidak akan melebar dan tidak melenceng jauh dari tujuan-tujuannya.
Standar ini hanya sekadar pandangan yang terlintas dari telaah el-Faqier menyusul banyaknya debat dan kritikan dari kawan-kawan terhadap para ulama dahulu. Dan tidak menutup untuk ditelaah kembali, karena bukan hukum mati bagi sebuah kritikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar